Senin, 29 Oktober 2012

Robert King Merton

Sebuah tradisi dalam pemikiran sosiologi yang lazim disebut dengan fungsionalisme structural,analisis fungsionalisme dan teori fungsionalisme,adapun konsep-konsep dan ide mendasar dari tokoh pengikut aliran fungsionalisme itu mengasumsikan bahwa seluruh struktur social atau setidaknya yang diprioritaskan ,menyumbang terhadap suatu integrasi dan adaftasi system yang berlaku.Eksistensi dan kelansungan struktur atau pola yang telah ada dijelaskan melalui konsekuensi-konsekuensi atau efek-efek yang keduanya diduga perlu dan bermanfaat terhadap permasalahan masyarakat. 

Oleh merton membedakannya atas fungsi manifes dan funsi laten .Oleh penganut fungsinalisme structural memnadang bahwa segala sesuatu dalam masyarakat serba fungsional dalam artian positif dan negatif,misalnya salah seorang penganut aliran ini mengatatakan kemiskinan saja fungsional dalam suatu system,hanya saja perlu dipertanyakan fungsional bagi siapa ?sebab bagi simiskin itu sendiri jelas disfungsional. 

Analiasa fungsional memberikan suatu kerangaka untuk melihat dilemma-dilema kebijaksanaan soial.meskipun fungsionalisme merupakan suatu persfektif yang abstrak dan sangat umum .Untuk pola prilaku tertentu apa saja yang sudah meluas ,apa konsekuensi social atau pengaruh umu terhadap system yang lebih luas dimana pola itu terdapat.Secara praktis setiap pola prilaku yang sesuai atau menyimpang ,setiap kebiasaan atau norma, setiap keputusan kebijaksanaan yang besar ,setiap nilai budaya dapat dianalisa dengan istilah-istilah atau kerangka fungsional.Artinya hal tersebut dapat dianalisa menurut konsekuensi-konsekuensi social umumnya. Konsekuensi-konsekuensi social ini sering dinilai apakah menyumbang pada kesejahteraan atau daya tahan masayarakat atau justru merusakkanya.Tujuan untuk menilai konsekuensi social dari prilaku individu sangat mendasar

MERTON DAN FUNGSIONALISME TARAF MENENGAH 

Merton adalah seorang ahli sosiologi terkemuika masa mini yang kritis terhadap gaya berteori Parsons yang abstrak dan agak muluk.Dia adalah salah seorang murid Parson yang pertam di Universitas Harvard dimana dia menerima ph Dpada tahun 1936.Sejak awal tahun 40 an dia bekerja di Universitas Columbia ,dia banyak bekerja sama dengan paul K.Lazarsfeld dalam sejumlah proyek peneliian empiris.Karya Merton mencerminkan suatu kepekaan yang lebih bear terhadap hubungan dinamis antara penelitian empiris dan proses berteori dari pada Parson,darisegi teori Merton sudah membuatanya menjadi terpandang sebagai seorang penganalisa fungsional terkemuka sosiologi masa kini.Merton mengembangkan teori taraf menengah teori yang terletak diantara hipotesa kerja yang bekembang semkain besar dalam gerak penelitian .Teori taraf menengah pada dasarnya digunakan untuk membimbing penelitian empiris. 

1. Strategi dasar dari analisa fungsional taraf menengah 

Pendekatan fungsional merupakan suatu strategi untuk analisa yang memberikan suatu bimbingan yang harus mampu berada dalam kesatuanya sendiri yang didukung oleh data empiris.Mungin pada akhirnya teori taraf menengah dapat diastukan dalam teori yanglebih luas namun apakah tteori taraf menengah dapat menghasilkan hipotesa-hipotesa prediktif yan dapat diuji secara empiris. 

Merton menekankan pada suatu tindakan yang berulang kali dan baku yang berhubungan dengan bertahannya suatu system social dimana tindakan itu berakar Merton tidak menaruh perhatian pada orientasi subyektif undividu yang terlibat dalam tindakan terebut melainkan pada konsekuensi-konsekuensi social obyeknya.Merton mencoba memaparkan satu contoh persyaratan dasar suatu masyrakat adalah para anggotany tetap ada dengan jalan reproduksi ,apabila anggota masyarakat memiliki anak blum menjamin akan bertahan dalam jangka waktu yang panjang.Motivasi mereka lebih bersifat pribadi seperti keinginan untuk menyatakan cinta,keinginan untuk menyesuaikan diri dengan kebiasaan social .Dalam memenuhi kegiatan keagamaan individu tidak didorong oleh suatu keinginan apapun untuk memenuhi fungsi latent pattern maintenance ataupun untuk meningkatkan solidaritas social sebaliknya motif-motif itu bersifat pribadi ,seperti memnuhi kewajiban agama,memperoleh keselamatan dan ketentraman jiwa atau menyesuaikan diri dengan kebiasaan yang sudah mapan.Pembedaan antara motif dan fungsi atau konsekuensi social adalah seperti yang digambarkan olem Merton bahwa terdapatnya motif yang orientasinya subyektif mengarahkan kepada suatu tindakan yang lahirnya suatu konsekuensi-konsekuensi untuk suatu system social.Merton mengatakan tentang adanya pemedaan yang tajam antara fungsi manifes dan fungi laten. 

Merton memperingatkan bahwa analisa funsional tidak boleh mengasumsikan bahwa semua pola tindakan baku harus mempunyai konsekuensi yang menguntungkan system itu atau memenuhi prasyarat fungsional ,banyak tindakan dapat mempunyai konsekuensi yang disfungsional atau memperkecil penyesuaian terhadap system itu. 

Beberapa tipe tindakan bisa mempunyai konekuens-konsekuensi disfungsi ntuk jangka pendek dalam kasus lain mungkin ada suatu jarak waktu yang panjang sebelum konekuensi disfungsional itu menumpuk pada suatu titik dimana penyesuaian terhadap system itu dirusakkan contoh konsekuensi jangka pendek tindakan atau pengalaman yangmeningkatkan solidaritas dalam suatu kelmpoksegmental tertentu dalam suatu masyarakatsekaligus dapat meningkatkan ketegangan dan konflik dengan kelompok segmental lainnya. 

Adanya berbagai kepentingan yang saling bertentangan antar kelpmpok dan organisasi yang berbeda-beda dalam suatu masyarakat kompleks serta kelangkaan sumber-sumber maka pola adaptasi yang fungsional untuk satu kelompok atau kelompok segmental dalam masyarakat mungkin disfungsional untuk yang lainnya misalanya penggunaan mesin pengganti buruh mungkin fungsional bagi pemakainya tapi disfungsional untuk kelas buru karena dapat meningkatkan pengangguran. 

Ahli teori fungsional dapat menunjukkan prasyarat-prasyarat fungsional tertentu hal ini tidak merupakan suatu dasar yang jelas bahwa prasyarat ini akan dipenuhi dengan cara tertentu apa saja.Hal ini menimbulkan konsep alternatif-alternatif fungsional ,struktur alternatif mungkin mampu mengisi prasayarat tertentu dengan sama efektifnya . 

Analisa fungsional tidak perlu harus terbatas pada penelitian mengenai mekanisme yang meningkatkan stabilitas atau mempertahankan struktur yang ada dari suatu system ,namun sebagian besar analisa fungsional parson dimaksudkan untuk menjelaskan stabilitas dan keteraturan social.Tetapi strategi yang lebih baik apakah konsekuensi-konsekuensi obyektif dari pola-pola tindakan tertentu atau struktur-struktur institusional menyumbang pada solidaritas atau merusakkannya. 

2. Disfungsi laten, masalah social,dan perubahan sosial 

Pembedaan antara konsekuensi fungsional dan disfungsional dapat digunakan dengan sangat efektif apabila digabungkan antara fungsi manifes dan fungsi laten.Selain fungsi manifes ada juga ada juga hasil sampingan yang tidak dimaksudkan yang bersifat disfungsional,baik terhadap system yang sama maupun terhadap system yang lainnya yang berhubungan dengan itu. 

Menerima konsekuensi disfungsional yang tidak terbayangkan dari pola yindakan social memperlihatkan suatu dimensi paradoks dalam kehidupan social yang lebih sering dihubungkan denga analisa dialektis daripada analisa fungsional,dimensi paradok ini merupakan kontradiksi antara maksud individu dan konsekuensi social obyektif tidak haya bersifat disfungsional tetapi benar-benar bertentangan dengan hasil yang dimaksud.Konsekuensi disfungsional seperti sering merupakan hasil kumpulan tindakan orang-orang pada suatu skala yang besar dalam masyarakat. 

Strategi yang umum mengenai analisa fungsional mengemukakan suatu pandangan mengenai proses social yang jauh lebih rumit daripada yang menekankan orientasi suyektif individu atau yang mengasumsikan bahwa struktur social yang ada dapat dijelaskan dengan memadai oleh sumbangannya pada pemenuhan persayaratan masyarakat.merton menyatakan bahwa sebagian besar analisa fungsional tidak berhasil melihat berbagai keberatan dan pembedaan yang terdapat dalam konsep fungsi laten, disfungsi, alternatif fungsional dan sebagainya. 

Merton menunjukkan tiga postulat yang berlaku khususnya dalam masyarakat yang kompleks yaitu: 

1. Postulat tentang kesatuan fungsional masyarakat.Intinya bahwa postulat ini merupakan asumsi berbagai struktur dan pola tidakan yang melembaga secara harmonis saling berhubungan dan menyumbang pada integrasi dan solidaritas serta persyaratan fungsional masyarakat itu secara keseluruhan. 

2. Postulat yang kedua adalah postulat fungsionalisme universal bahwa semua bentuk-bentuk social dan budaya mampunyai mempunyai fungsi positif. 

3. Postulat ketiga yang dikritik Merton adalah postulat keharusan bahwa struktur tertentu atau bentuk-bentuk institusional yang memenuhi suatu persayaratan fungsional harus ada . 

3. Contoh-contoh teori fungsional taraf menengah 

Merton memperlihatkan karyanya pada teori taraf menengah yang dipusatkan pada masalah khusus dan terbatas.Sebagian besar dari bukunya yang terkenal adalah social teori and social struktur berisikan serangkaian teori taraf menengah. 

1. Struktur social dan anatomi 

Merton beranggapan bahwa anatomi dan prilaku menyimpang dalam masyarakat di Amerika merupakan hasil dari ketegangan-ketegangan tertentu dalam struktur social.Khususnya da ketidaksesuaian untuk kelompok-kelompok populasi tertentu antara tujuan-tujuan materil dan okupasional yang ditekankan oleh kebudayaan Amerika. Ketidaksesuaian antara tujuan dan alat adalah disfungsional untuk kelompok populasi –populasi itu dimana ketidaksesuaian terdapat, dan konsekuensi ketidaksesuaian itu sering merupakan bentuk prilaku menyimpang. Apakah prilaku itu disfungsional untuk masyarakat?Teori Merton sering digunakan dalam hubungan dengan usaha mengasumsikan bahwa penyimpangan itu disfungsional untuk masyarakat namun beberapa bentuk penyimpanagan seperti penemuan produk baru atau cara memberikan jenis pelayanan baru mungkin fungsional untuk masayarakat. 

2. Kepribadian Birokratis 

Merton mengemukakan bahwa satu konsekuensi disfungsional dari kepercayaan yang terlampau besar terhadapa peraturan adalah bahwa kaum birokrat itu akhirnya melihat kepatuhan terhadap peraturan sebagai tujuan dan akibatnya mereka tidak mampu untuk menjawab tantangan situasi baru secara fleksibel.Dalam beberapa hal akibat ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan peraturan agar cocok dengan situasi baru adalah pencapaian tujuan utama dari organisasi,karena itu disini ada satu situasi disfungsional terhadap system yang sama yang tergantung pada tipe situasi yang sedang dihadapi . Namun sering para anggota suatu organisasi birokrasi merasa tersiksa karena kelakuan birokratis. 

3. Teori Kelompok Referens 

Karya Merton yang khas dari kelompok referens adalah pembedaan konseptual yang dibuatnya antara kelompok keanggotaan dan kelompok referens.kelompok referens adalah kelompok dimana dia adalah annggotanya,orang seperti itu cenderung untuk memenuhi norma kelompok itu dan menggunakan standar kelompok sebagai dasar penilaian diri. 

Randall Collins

Pada tahun 1975 Randall Colins menerbitikatkan buku berjudul Konflik Sociology. Buku ini dimaskkkan sebgai kerangka teoritis yang umum untuk sosiologis sebagai suatu disiplin ilmu ilniah dan mendasarkan nya pada landasan peri.laku kehidupan riil dari individu dan pola-pola interaksi ditingkat mikro. Colins sampai sejauh Ini merupakan seorang ahli teori yang paling mudah. Dia lahir tahun 1941, menerima pendidikan sarjana Di Universitas Harvard, dan meneriama doktornya dari universitas California Berkeley. Karir akademisnya sejauh ini sudah pernah di Universitas California San Diego, dan universitas Virginia di Charlottesville. Sturuktur sosial dalam perspektif Colins apakah ditingkat mikro, kelompok persahabatan atau ditingkat makro organisasi birokratis yang besar, misalnya hanya terdiri dari pola-pola interaksi yang dilulang-ulang.Pergaulan pola-pola interaksi itu sangat serimg terjadi karena manusia mampu mengingat interaksinya dimasa lampau dan mengantisipasi yang akan datang. Struktur sosial tidak mempunyai eksisitnsi objektif yang terpisah dari pola-pola interaksi yang berulang- ulang ini

DINAMIKA KONFLIK INTERAKSIONAL 

Colins secara eksplisit mengambil pandangan interaksionalisme simbol (dan fenemenologi) yang mengatakan bahwa m anusia dalam suatu dunia simbol dikonstruksikan secara sosial. Akibatnya kenyataan subyektif individu itu dirembukkan kembali secara terus menerus. Suatu sumber konflik yang utama dalam kehidupan sosial hasil adari usaha manusia untuk mempengaruhi atau mengontrol definisi-defenisi dari ornga lain untu memperbesar keruntungan pribadinya dalam perjumpaan atau pertemuan antar pribadi. 

Pada tingkat mikro stratifikasi tercernin dalam hubungan dominasi dan kepatuhan. Pada tingkat makro stratifikasi itu tercermin dalam perebedaan kontrol atas berbagai macam sumber oleh kelomok-kelompok yang berbeda atau kategori-kategori orang. Pada tingkat mikro hubungan dominasi dan kepatuhan disimbolkan oleh ritus-ritus rasa hormat , dimana orang yang statusnya rendah diharpakan untuk demikian juga sikap pada umumnya apabila mereka berinteraksi dengan orang yang tinggi statusnya, dalam keadaan dimana tidak ada konflik terbuka. 

Selaian analisa mengenai proses ditingkat mikro, Colins berusaha untuk menjelaskna proses-proses sosial dalam organisasi yang sangat kompleks dan institusi sosial. Dia tidak membatasi didrinya pada konflik ekonomi, atau konflik dalam organisasi Birokratis. Modelnya ini relevan tidak hanya pada masyarkat industri modern tetapijug dengan masyarkat-masyarakt lainya serta tahap-tahap historis sebelunya. 

Colins juga menerima dan memperluas tekanan pada sumber-sumber materil untuk mempengaruhi posisi seseorang dalam sistem stratifikasi. Selain itu individud juga berbeda dalam kontrolnya terhadap alat produksi mental , produksi emosional dan kekerasan atau kekuasaaan memaksa alat produksi mental meliputi sistem pendidikan , misalnya : media massa seperti Colins katakan terciptanya solidaritas emonsional tidak menghentikan konflik melainkan merupakan salah satu alat utama yang digunakan dalam konflik . upacara-upacara emosional dapat digunakan untuk dominasi dalam suatu kelompok atau organisasi. Upacara-upacara itu merupakan wahana dengan mana persekutuan dibentuk dalam lperjuangan kelompok-kelompok lain dan upacara-upacara itu dapat digunakan untuk menentukan hirarki prestise status dimana beberapa kelompok mendominasi kelompok- kelompok lainnya dengan memberikan sesuatu yang ideal untuk menyamai kondisi-kondisi bawahan. 

Colind menekankan bahwa ancaman akan kekerasan atau paksaaan selalu lmeresakan selalu merupakan elemen yang potensial dalam setiap konflik. Dalam analisis akhirnya pembenaran idelogis untuk suatu persebaran otoritas tertentu atau hubungan emosioonal dengan masyarakat serta pemimpin-pemimpinnya tergantung pada persebaran perbedaan dalam alat paksaan kekerasan. 

RITUS INTERAKSI DAN INTERAKSI SOSIAL 

Sejalan dengan tekanannya pada proses-proses tingkat mikro, Colins menghubunkan tekanan Durkheim pada solidaritas ritual dengan analisa Gofman mengenai strategi-strategi yang digunakan dalam mementaskan penampilan-penampilan interaksional. 

Dalam sintesa Colins meskipun Gofman tidak membahas sturuktur sosial secara sistematis analisanya mengenai ritus sehari-hari dapat disatukan dengan pandangan Durkheom bahwa kenyataan masyaarkat itu sendiri tergantung pada ikatan solidaritas emosional yang diciptakan dan diperkuat melalui ritus-ritus. Sesungguhnya masyarkat tidak ada sebagai kenyataan objektif melainkan sebagai definis-definisi subjektif yang dimiliki bersama yang diciptakan dan dipertahankan melalui interaksi. 

Colins menekankan bahwa ritus-ritus interaksi ditingkkat mikro yang digambarkan oleh Gofman, mengungkapkan dan memperkuat sistem stratifikasi masyarakat. Misalnya mereka yang berada dalam posisi dominasi biasanya akan memperhatikan ketaatan ornga pada ritus yang memperlihatkan secara d ramatis dominasinya, danmemelihara serta mmperkuat ikatan emosional dari pada sub ordinat dengan keteraturan sosial yang ada. Ritus0-ritus seperti ini membantu meperkuat legitimasi persebaran kekuasaan dan ororitas yang ada. 

PEKERJAAN DAN HUBUNGAN OTORITAS 

Colins menekankan pekerjaan ( Occupation) sebagai aktor menentu utama terhadapa posisi kelas seseorang. Colins sejalan dengan Dahrendorf dalam melihart struktur otoritas dimana individu terliebat dalam pekerjaan sebagai dimensi paling penting untuk posisi kelan dan pandangan subyektif umunnya a dari orang itu atau kesadaran kelasnya. Colins menulis pasti perbedaan yang paling penting diantara situasi-situasi kerja adalah hubungan kekuasaan yang terdapat didalamnya( cara orang memberikan dan menerima perintah). Kelas-kelas berdasarkan pekerjaan pada intinya merupakan kelas-kelas kekuasaan dalam duni pekerjaan. 

Ada tiga kategori kelompok okupasional yaitu: pada lapisan atas hirarki itu adalah mereka yang memberikan perintih pada banyak orang, tetapi menerima perintah dari sedikit orang atau sama sekali tidak ada. Tingkat penengahan adalah mereka yang memberi perintah pada beberapa orang tetapi juga menerima perintah dari orang lain pada tingkat bawah adalah orang-orang seperti mandor, yang memberikan perintah pada bawahan yang sebenarnya menjlankan tugas-tugas fisik dari pada lain lagi diantara yang memberi dibawahnya. Perbedaan penting lainnya berhubungan dengan perbedaan dalam ratio antara yang memberi dan menerima perintah. Orang-orang itu lebih cenderung mempunyai kontak sosial yang luas diluar kelompok atau organisasi itu dimana mereka lebih dominan. Hal ini mempermudah kemampuan mereka untuk mempermudah kontrol atas sumber –sumber untuk mengkordinasi berbagai kegiatan para subordinatnya. 

Colins menggambarkan kebudayaan ini sebagai yang bersifat lokalistik sinis dan berorintasi pada masa kini. 
DINAMIKA KELOMPOK STATUS 

Colins mengemukakan bahwa orang-orang pada umumnya memulai dan mempertahankan hubungan sosial yang memungkinkan mereka untuk mempertahankan atau memperbaiki status subyektifnya sebesar-besarnya. Ini berarti bahwa individu-individu memilih teman yang akan menerima identitas dirinya dan definisinya mengenai kenyataan sosial , dukungan sosial timbal balik harus diberikan dalam pertukaran. Kelompok status muncul dari usaha mereka yang memiliki sifat-sifat yang sama untuk saling memberikan dukungan sosial dan mempertahankan klaim statusnya melawan mereka yang berbeda. Kelompok- kleomok status tidak seluruhnya harus bersifat sederajat. Meskipun mereka yang termasuk dalam suatu kelompok status tertentu dapat mengklaim superioritas umunya atas mereka yang tidak masuk didalamnya, ada diferensiasi internal yang penting dalam bidang kekuasaan dan prestise dalam kelompok-kelompok status 

PENERAPAN MODEL INI 

Colins membuat proposisi semakin banyak orang yang diperintah dan semakin tampak syarat ketaatan yang dituntut, semakin dihormati dan semakin terkontrol perilaku non verbal seseorang ,mengenai pola sikap hormat ia mengatakan semakin tidak merata sumber-sumber kekuasaan seemakin tinggi keragaman komunikasi, semakin terinci ritus-ritus yang behubungan dengan sikap hormat, dan semakin kompleks standar yang diterapakan. Mengenai tingkat organisasi dia melihat semakin seseorng itu memberikan perintah atas nama suatu organisasi, semakin orng itu memihak pada organisasi itu, dan semakin besar seorang atasannya itu mengawasi perilaku bawahannya itu semakin besar bawahannya itu tunduk pada bentuk-bentuk perilaku dapat yang diamati yang dituntut dari padanya. Mengenai alat kekerasan semakin besar kepercayaan akan senjata-senjata mahal yang dipegang secara pribadi semakin perjuangan itu dimonopoli oleh suatu aristokrasi kastria-kastria yang independen, dan semakin besar pula staratifikasi masyarakat itu, dan semakin besar kepercayaan akan senjata-senjata mahal yang dipegang oleh suatu kelompok semakin besar pula tentaara mengambil bentuk hirerki komando sentral dan suatu kelompok subordinat yang terdiri dari tentara-tentara biasa. Sampel dari proposisi yang dirumuskan Colins ini dipilih dari beberapa daftar yang diberikan Colins dalam berbagai Bab itu.sampel ini memberikan gaya pembentukan proposisi yang eksplisit, selain itu proposisi-proposisi yang diambil iltu secara singkat merangkum banyak yang sudah kita diskusikan mengenai perspektif teoritis Colins secara keseluruhan.

Ralf Dahrendorf

Teori konflik bertujuan mengatasi watak yang secara dominant bersifat arbitrer dari peristiwa-peristiwa sejarah yang tidak dapat dijelaskan, dengan menurunkan peristiwa-peristiwa tersebut dari elemen-elemen steruktur sosial. Dengan kata lain, menjelaskan proses-proses tertentu dengan penyajian yang bersifat ramalan. Konflik antara buruh dan majikan memang memerlukan penjelasan, tetapi yang lebih penting ialah menunjukkan bukti bahwa konflik yang demikaian didasarkan oleh susunan struktur tertentu, yang oleh karenanya dumanapun cenderung melahirkan susunan structural sebagai yang telah ada. Dengan demikian yang menjadi tugas sosiolog ialah melihat hubungan konflik dengan struktur sosial tertentu dan bukan menganggapnya berhubungan dengan variabel-variabel psikologis (‘sifat-sifat agresif’) atau variable histories deskriftif (masuknya orang Amerika Serikat) atau pada unsure kebetulan. 

Ralf Dahrendorf mengunakan teori perjuangan kelas Marxian untuk membangun teori kelas dan pertentangan kelasnya dalam masyarakat industri kontemporer. Bagi Dahrendorf kelas tidak berarti pemilikan sarana-sarana produksi (seperti yang dilakukan oleh Marx) tetapi lebih merupakan pemilikan kekuasaan, yang mencakup hak abasah untuk menguasai orang lain. Perjuangan kelas dalam masyarakat modern, baik adalam prekonomian kapitalis maupun komunis, dalam pemerintahan bebas dan totaliter, berada di seputyar pengendalian kekuasaan. 

Dahrendorf melihat kelompok-kelompok pertentangan sebagai kelompok yang lahir dari kepentingan-kepentingan bersama para individu yang mampu berorganisasi. Dahrendorf menguraikan proses ini melalui mana perubahan kelompok semu menjadi kelompok kepentingan mampu memberikan dampak pada struktur. Lembaga-lembaga yang terbentuk sebagai hasil dari kepentingan-kepentingan itu merupakan jembatan di atas mana perubahan sosial terjadi. Berbagai usaha harus diarahkan untuk mengatur pertentangan-pertentangan sosial melalui institusionalisasi yang efektif daripada melalui penekanan pertentangan itu. Teori Dahrendorf jelas merupakan suatu teori masyarakat yang bersifat parsial. Lewat reori itu dia menunjukkan bagaimana organisasiorganisasi dapat dan benar-benar lahir dari pertentanga kelas. Hakikat manusia dan hakikat sosiologi. Sasaran studi sosiuologi adalah manusia sosial (yang dibedakan dengan ekonomis, psikologis, moral, dan sebagainya). Di saat yang sama para ahli sosiologi harus menyadari segisegi lain manusia atau mereka akan menggambarkan manusia abstrak yang tidak relevan dengan dunia nyata.

1. Implikasi Fungsionalis Versusu Marxis Dalam Pendekatan Dahrendorf 

Tekan Dahrendorf pada struktur otoritas lebih dari pada pemilikan alat reproduksi materiil memperlihatkan suatu pergeseran yang penting dari posisi Marx. Dahrendorf seperti Weber, mengakui pentingnya pembedaan antara kekuasaan (kemampuan untuk memaksakan kemauan seseorang meskipun mendapat perlawanan) dan otoritas (hak yang sah untuk mendapatkan kepatuhan). Meskipun kekuasaan dan otoritas dapat digabungkan dalam hubungan tertentu, perhatian Dahrendorf umumnya adalah pada struktur otoritas, bukan hubungan kekuasaan murni. Dalam pandangannya, kontrol atas alat reproduksi mencerminkan struktur otoritas yang melembaga dan bukan dominasi yang semata-mata didasarkan pada kekuasaan. 

Perbedaan yang mencolok antara Dahrendorf dan Parson bukan bahwa Dahrendorf membangun teorinya atas dasar Marxis yang sudah di revisi: perbedaan sesungguhnya adalah bahwa Dahrendorf menekankan kepentingan-kepentinagan yang saling konflik melekat dalam hubungan apa saja antara mereka yangf menggunakan otoritas yang sah dan mereka yang tunduk padanya, sedangkan Parson menekankan consensus yang mendasar yang terkandung dalam pengertian legitimasi. Jadi, meskipun Dahrendorf banyak menggunakan gaya retorika Marx serta tterminologinya yang berhubungan dengan pembentukan kelas, kesadaran kelas, konflik kelas dan sebagainya. Pokok permasalahan dasar dari persfektif sangatlah berbeda dari Marx dan ada miripnya dengan parson. Tetapi Dahrendorf benar-benar mengikuti Marx dalam menerima model dua kelas dalam struktur sosial, paling kurang sejauh kita melihat hubungannya dengan dinamika konflik. 

Dahrendorf menolak implikasi filosofis dari pandangan Marx mengenai “kesadaran palsu” meskipun dia mengakui bahwa individu mungkin tidak sadar akan kepentinagan kelasnya yang bersifat objektif yang disebutnya dengan “kepentingan laten” (laten interest). Sebaliknya kepentingan kelas yang disadari oleh individu terutama kalau kepentingan itu dengan sadar di kejar sebagai tujuan di sebut dahrendorf dengan :kepentingan manifest”. Kalau kepentingan itu bersifat laten, maka kepentingan itu tidak dapat merupakan dasar yang jelas untuk pembentukan kelompok. Jadi, para anggota dalam asosiasi yang di koordinasikan secara imperative. Itu yang memiliki kepentingan laten yang sama dapat dipandang sebagai “kelompok semu” (guasi group). 

2. Munculnya Kelompok Kepentingan Konflik 

Salah satu tujuan Dahrendorf yang utama adalah menjelaskan kondisi dimana kepentingan laten itu menjadi manifest dan kelompok semu itu dapat diubah menjadi kelompok kepentingan yang bersifat konflik. Kondisi ini dikalasifikasi sebagai: 

1. Kondisi teknis 

Dalam kondisi teknis Dahrendorf mendiskusiakan munculnya pemimpin dan pembentukan ideology. Keduanya dianggap penting dalam pembentukan kelompok konflik dan tindakan kolektif, 

2. Kondisi politik 

Dalam kondisi politik Dahrendorf menekankan tingakat kebebasan yang ada untuk bentukan kelompok akan tindakan kelompok. Pada tingkat masyarakat, suatu ekstrim dapat dapat kita lihat dalam pemerintahan totaliter yang dengan keras melarang terbentuknya partai-partai oposisi atau tipe asosiasi sukarela lainnya. 

3. Kondisi sosial 

Kondisi sosial terutama meliputi langkah komunikasi antar anggota dari suatu kelompok semu. Kondisi ini: kepemimpinan, ideologi, kebebasan politik yang minimal, dan komunikasi internal merupakan prasayarat dasar untuk pembentukan kelompok “konflik ini berarti: bahwa kalau sala satu dari elemen” ini tidak ada di antara anggota suatu kelompok semu, suatu kelompok konflik tidak akan terbentuk. Kondisi-kondisi ini meskipun perlu untuk pembentukan kelompok konflik, tidak menjamin bahwa suatu kelompok konflik akan terbentuk. Ada juga persyaratan psikologis tertentu atau persyaratan sosial psikologis. Salah satu yang paling pokok adalah hanya persyaratan bahwa kepentinagn yang laten itu menjadi manifest. 

Faktor penting lainnya yang mempengaruhi kemungkinan kesadaran kelas dan tindakan kelas dalah tingkat konsisitensi posisi kelas individu dalam asosiasi yang berbeda. Tetapi individu secara khas termasuk dalam berbagai asosiasi yang berbeda (asosiasi yang dikoordinasi secara imperatif untuk menggunakan terminology Dahrendorf). Beberapa keterlibatan organisasional dapat merupakan sum,ber status yang rendah, individu berbeda menurut apakah statusnya konsisten atau tidak dalam berbagai organisasi di man mereka terlibat. Beberapa masyarakat mungkin diorganisasi sedemikian rupa sehungga ada konsisstensi yang tinggi dalam posisi “dari orang” dalam berbagai asosiasi di mana mereka termasuk. Ini berarti individu yang berada dalam posisi subordinate dalam suatu organisasi juga berada dalam posisi subordinate dalam asosiasi yang lain. 

Bertentangan dengan pola konsisitensi ini, Dahrendorf menunjukkan pola “pluralistik” dimana ada suatu tingkat pergantian posisi individu yang jauh lebih kecil dalam suatu organisasi di bandingkan dengan organisasi lainnya. Artinya individu mungkin rendah posisinya dalam suatu asosiasi dan tinggi dalam asosiasi lainnya. Dakrendorf mengemukakan bahwa semakin tinggimtingkat konsisitensi, semakin besar pula kemungkinan bahwa kesadaran kelas akan berkembang dan tindakan kelas dijalankan. 

3. Intensitas dan Kekerasan Konflik 

Intensitas dan kekerasan dilihat sebagai dua dimensi konflik kelas yang berbeda secara analitis. Intensitas menunjukkan pada pengeluaran energi dan tingkat keterlibatan dari piahak yang berkonflik. Apakah individu terlibat secara penuh dalam suatu konflik tertentu atau apakah konflik itu kecil mencerminkan pentingnya hasil untuk mereka yang terlibat di dalamnya. Berlawanan dengan intensitas, konsep kekrasan menunjuk pada alat yang digunakan oleh pihak yang saling bertentangan itu untuk mengejar kepentingannya. Tingkat kekerasan dapat sangat bervariasi, mulai dari negosiasi yang penuh ketenangan sampai kekerasan terbuka termasuk serangan fisik atas manusia atau miliknya. Kalau intensitas dan kekerasan konflik berhubungan satu sama lain, dahrendorf berpendapat bahwa variabel-variabel ini secra konseptual berbeda dan dapat bervariasi. 

Dua variabel utama yang mempengaruhi intensitas adalah tingkat keserupaan konflik di berbagai asosiasi yang berbeda serta tingkat mobilitas. Umumnya intensitas akan tinggi kalau ada suatu tingkat keserupaan yang tinggi pula. Dalam situasi serupa energi yang dikeluarkan dalam konflik di dalam asosiasi yang berbeda disatukan. Dan isu konflik itu sendiri menjadi satu dalam front yang luas yang melampaui batas asosiasional tertentu. Dalam kasus yang ekstrem, masyarakat sebagai suatu keseluruhan di bagai dalam dua kelompok besar yang saling bermiusuhan , dengan konflik yang mendalam yang menelan banyak energi dari sebagian besar masyarakat. Selain itu, kesempatan untuk konflik yang luas dan mendalam dari tipe ini akan menjadi semakin besar kalau tak astu pun dari asosiasi yang terlibat ini memberikan kesempatan untuk mobilitas ke atas. 

Intensitas dan kekerasan konflik dipengaruhi oleh persebaran penghargaan, fasilitas, pemilikan dan status sosial umumnya. Justru karena hubungan otoritas dalam asosiasi yang berbeda-beda itu bisa sesuai satu sama lain, maka persebaran imbalan ekonomis dan keselamatan sosioekonomis dapat tumpang tindih dengan dengan persebaran otoritas. Pada umumya, semakin besar tumpang tindih atau konsistensi antara persebaran otoritas dan persebaran penghargaan materiil, jaminan ekonomis, status sosial dan sebagainya. Semakin besar pula intensitas konflik kelas. Apakah kekerasan itu juga lebih besar sejalan dengan tumpang tindih yang tinggi, tergantung pada apakah devriasi sosioekonomis yang ada ada dari mereka di kelas bahwa bersifat absolute atau relative. Dahrendorf mengemukakan bahwa kalau devriasi sosioekonomi dari mereka yang berada dalam kelas subordinat itu bersifat absolute, maka konflik kelas mungkin akan keras. Sebaliknya kalau devriasi itu hanya relatif singkat, konflik yang keras tidak mungkin terjadi meskipun intensitasnya tinggi. 

4. Pengaturan Konflik dan Kekerasan 

Variabel yang paling penting dalam model Dahrendorf yang mempengaruhi derajat kekerasan dalam konflik kelas adalah tingkat dimana konflik itu secara eksplisit diterima dan diatur. Pengaturan konflik sangat erat kaiatannya dengan kondisi politik yang memepengaruhi kesadaran dan pembentukan kelompok kepentingan yang bersifat konflik. Pada ekstrim yang satu mereka yang berada dalam posisi domunasi berusaha untuk mengangkat kenyataan atau validitas antagonisme atau konflik didasarkan pada kelas dan mereka boleh melarang terbentuknya kelompok kepentingan konflik. 

Tanpa meliahat bagaimana usaha seperti itu bermaksud untuk menekan konflik dapat dibenarkan, konflik dan antagonisme tidak dapat dilenyapkan. Keduanya tertanam dalam struktur hubungan otoritas itu. Usaha untuk menekan atau mengangkat hanya membuatnya tertekan ke bawah permukaan, di mana dia bisa mendidih perlahan dan menjadi panas yang tidak diketahui untuk jangka waktu yang lam. Tetapi pelan konflik yang terpendam itu meledak ke luar. Jadi, pola totaliter adalah suatu pola di mana usaha untuk menekan konflik itu secara periodic di selingi oleh meledaknya perang keras. 

Berlawanan dengan pola totaliter ini, mereka yang berada dalam posisi dominasi dapat menerima secara eksplisit adanya kepentingan konflik dan menyediakan saluran untuk menyatukan dan merembuknya secara periodic, pengukuran akan kepentingan yang saling bertentangan itu akhirnya mengakibatkan berkurangnya manifestasi konflik yang keras. Tetapi masyarakat demokratis sangat bertentangan dengan masyarakat totaliter, menurut pengakuan yang eksplisit akan adanya kepentingan yang bertentangan dan akan oengembangan mekanisme pengaturan konflik. Pengaturan seperti itu, menurut Dahrendorf mengurangi kemungkinan kekrasan. Pengaturan konflik itu di dasarkan pada pengakuan yang ekspisit akan kenyataan dan kenenaran adanya konflik, artinya kedua belah pihak dilihat sebagai memiliki kepentingan yang saling bertentangan secara sah. 

5. Konsekuensi Konflik: Perubahan Struktural 

Dahrendorf Membedakan tiga tipe perubahan structural : 
perubahan keseluruhan personel di dalam posisi dominasi 
perubahan sebagian personel dalam posisi dominasi 
di gabungkannya kepentingan-kepentingan kelas subordinat dalam kebijaksanaan kelas yang berkuasa. 

Dahrendorf mengemukakan bahwa perubahan structural berbeda-beda menurut sifat radikal dan sifat tiba-tibanya (sudden). Variabel-variabel, seperti intensitas dan kekerasn konflik, secara konseptual berbeda dan berdiri sendiri. Keradikalan menunjuk pada tingkat perubahan structural, baik yang berhubungan dengan personel dalam posisi yang berkuasa, kebijakan kelas yang berkuasa, maupun hubungan antar kelas secara keseluruhan. 

Dahrendorf menentukan bahwa pembentukan kelas dan konflik kelas dar persfektif Marx terjadi dalam kondisi-kondisi yang secara histories bersifat khusus 

6. Model Konflik versus Model Fungsional 

Dahrendorf meringkas teori funsionalis (atau kensensus atau integrasi) yang bertentangan dengan teori konflik sebagai berikut: 

Teori Fungsional: 
setiap masyarakata merupakan satu struktur elemen-elemen yang secara relative mantap dan stabil 
setiap masyarakat merupakan stau struktur elemen-elemen yang terintegrasi dengan baik 
setiap elemen dalam suatu masyarakat mempunyaui fungsi, yaitu memberkan sumbangann pada bertahannya masyarakat utu sebagai suatu system 
setiap struktur sosial yang berfungsi didsarkan pada suatu consensus nilai yang ada pada para anggotanya 

Teori Konflik 
setiap masyarakat kapan saja tunduk pada proses perubahan 
setiap masyarakat kapan saja memperlihatkan perpencahan dan konflik 
setiap elemen dalam suatu masyarakat menyumbang disintegrasi dan perubahan 
setiap masyarakat didasarkan pada paksaan dari beberapa anggotanya atas orang lain.

Lewis Aferd Coser

Cara mengembangkan perspektif konflik dari ide-ide sosiologi Jeraman George Simuel , Coser membentangkan proposisi untuk menguji fungsionalisme konflik bagi kelompok social, sebagaimana halnya dengan usaha-usaha teoritis Simmel, usaha Coser juga merupakan upaya untuk membentuk teori yang parsial daripada teori yang menyeluruh tentang masyarakat.

Oleh karena banyaknya analisa kaum fungsionalis yang melihat bahwa konflik adalah difungsional bagi suatu kelompok.Coser mencoba mengemukakan kondisi-kondisi di mana secara positif, konflik mrmbantu mepertahankan struktur social, konflik sebagai proses social dapat merupakan mekanisme lewat mana kelompok-kelompok dan batas-batasnya terbentuk dan dipertahankan. Selanjutnya konflik dapat menyatukan para anggota kelompok lewat pengukuhan kembali identitas kelompok. Apkah konflik merupakan sumber perpecahan kelompok tergantung atas asal usul ketegangan isu tantang konflik, bagaimana menanganinya , dan yang terpenting tipe struktur di mana konflik itu berkembang.

Coser membedakan antara konflik kelompok dalam dan konflik kelompok, antara nilai inti dengan masalah yang lebih bersifat pinggiran antara konflik yang menghasilkan perubahan struktur lawan konflik yang disalurkan lembaga-lembaga katup penyelamat (safety valve). Dia juga membedakan konflik realistis dan monrealistis keseluruhan butir-butir tersebut merupakan factor-faktor yang menentukan fungsi konflik sebagai suatu proses social.

Bagi Coser perspektif konflik bukan merupakan skema pelaksanaan yang saling bersaing. Sebagaimana dinyatakan teori-teori parsial yang merangsang para pengamat pada satu atau lain perangkat dan peristiwa yang berhubungandengan pemjelasan teoritis yang menyeluruh, dengan demekian komplik dan konsensus adalah proses fundamental yang walau dalam porsi dan campuran yang berbeda, merupakan bagian dari setiap system social yang dapat dimengerti.

Lewis Coser, menerbitkan buku berjudul The Function of Social conflict. Dalam hal ini nampaknya mengandung suatu ikhtiar untuk mempertemukan implikasi-implikasi dari fungsionalisme dan teori konflik, coser lahir di Berlin tahun 1913, tetapi memperoleh gelar Ph.D dari Universitas Columbia. Umumnya analisa Coser mengenai konflik social dapat dipandang suatu alternative terhadap perspektif-perspektif teori konflik radikal yang diinspirasi oleh pandangan Marxis. Perhatian Coser umumnya ialah memperlihatkan konflik tidak harus merusakkan atau bersifat difungsional untuk system di mana konflik itu terjadi. Melainkan bahwa konflik itu dapat mempunyai konsekuensi-konsekuensi positif atau menguntungkan system itu.

1. Konflik Antar Kelompok dan Solidaritas Kelompok dalam

Fungsi konflik yang positif inginkan paling jelas dalam dinamika kelompok dalam versus hubungan kelompok keluar. Dengan resiko terlampau menggeneralisasi, proses social yang ditekan kan dalam model fungsional mungkin berlaku untuk hubungan social di dalam suatu kalompok- dalam, sedangkan proses social yang ditekankan dalam model konflik mungkin berlaku untuk hubungan social antar kelompok- dalam dan kelompok- luar.Lagi pula kedua proses itu sering berhubungan secara langsung artinya, kekuatan solidaritas internal dan integrasi kelompok- dalam itu bertambah besar.

Kekompakan yang semakin tinggi dan suatu kelompok yang terlibat dalam konflik membantu memperkuat batas antara kelompok itu dan kelompok kelompok lainya dalam lingkungan itu, khususnya kelompok yang bermusuhan atau secara potensial dapat menimbulkan permusuhan, sebaliknya apabila kelompok itu tidak terancam konflik dengan kelompok luar yang bermusuhan, tekanan yang kuat pada kekompakan, konformitas, dan komitmen terhadap kelompok itu mungkin berkurang.

Ikatan-ikatan social dengan kelompok luar dapat muncul karena beberapa alas an seperti keinginan untuk berdamai dengan musuh daripada aktif berjuang melawanya dengan biaya yang mahal, tetapi mereka yang menyatakan ingin berdamai dengan menyusaikan diri kadang-kadang dianggap oleh kelompok- luar akan menjadi kambing hitam. Sesunguhnya setiap penyimpangan atau pengacau, tanpa memandang sifat penyimpangan atau kekacauanya itu dapat menjadi kambing hitam yang menjadi sasaran frustasi dari agresi kelompok itu.

Beberapa kelompok sangat menyadarkan diri pada oposisi atau konflik untuk membenarkan eksitensi kelompok itu sendiri.Partai politi oposisi misalnya didirikan untuk melibatkan dirinya dalam konflik partai politik yang berkuasa. Coser mengemukakan bahwa struktur kekuasaan lalim yang berpusat mungkin muncul apabila konflik eksternal dan apabila solidaritas internal dan kekompakanya relative rendah

2. Konflik dan Solidaritas dalam Kelompok

Apakah konflik internal juga menguntungkan kelompok itu secara positif jawaban Coser adalah Ya, seperti Simmel, Coser mengakui bahwa semua hubungan social pasti memiliki tingkat antagonisme tertentu, ketegangan, atau perasaan-perasaan negative sebagai alter natif, para anggota dalam suatu kelompok-kelompok dalam secara bebuka boleh mengakui kepentingan-kepentingan saling bertentangan dan menegakkan mekanisme untuk mengatasinya.

Strategi untuk mengahadapi konflik itu ada macam-macam, bergantung pada tingkat atau besarnya biroratisasi dalam kelompok itu. Dalam organisasi birokratis yang besar, presedur yang resmi mungkin dapat dikembangkan untuk merembukkan perbedaan-perbedaan itu. Fungsi konflik yang bersifat integratif sangat jelas dalam kelompok atau organisasi di mana ada suatu kerangka konsensus umum mengenai masalah pokok itu hancur, sehingga tidak ada dasar lagi untuk kesatuan kelompok, konflik internal dapat mengakibatkan disintegrasi atau perpecahan kelompok. Tetapi rusaknya konsensus yang utama mengenai masalah-masalah pokok agak berkurang kalau perasaan antogonistik dan ketidak sepakatan dibicarakan secara terbuka daripada terpendam.

Coser menekankan hubungan emosional yang sifat ditandai oleh sikap ambivalen atau oleh perasaan positif dan negative yang saling berkaitan erat sesunguhnya, semakin erat hubungan semakin besar kemungkinan bahwa kesempatan-kesempatan yang merangsang munculnya perasaan antagonistic atau ketegangan akan muncul.

3. Konsekuensi dipendamya konflik

Umumnya ada dua konsekuensi dipendamnya konflik itu yang dapat dikemukakan, pertama dipendamnya konflik dapat mengakibatkan putusnya hubungan kalau keterlibatan emosional para angotanya sudah tinggi berakhirnya hubungan itu mungkin dipercepat dengan meledaknya konflik secara tiba-tiba dan parah dimana ketegangan dan permusuhan yang mengunung sejak masa lampau meledak dalam bentuk amukan yang keras.

Konsekuensi kedua yang mungkin terjadi karena dipendamnya konflik adalah mengelakkan perasaan bermusuhan itu dan sumber yang sebenarnya dan mengembangkan suatu saluran alternative untuk mengungkapkanya alternative semacam itu adalah sejenis katup pengaman (safety valve) dengan mana dorongan-dorongan agresif atau permusuhan dap[at diungkapkan dengan cara-cara tidak mengancam atau merusakkan solidaritas.

4. Kondflik Realitas Versus yang Merealistik dan Perubahan Sosial

Coser membuat suatu perbedaan yang penting dalam hubungan ini antara konflik yang realistik dan nonrealistic. Konflik realistic merupakan satu alat untuk suatu tujuan tertentu, yang kalau tujuan itu tecapai mungkin akan menghilangkan sebab-sebab dasar dan konflik itu. Sebaliknya konflik yang nonrealistic mencakup ungkapan permusuhan sebagai tujuannya sendiri.

Konflik yang realistic sering merupakan rangsangan utama untuk perubahan social, perubahan seperti itu dapat menguntungkan system dengan memberikannya kebebasan untuk mengatasi dengan lebih efektif perubahan-perubahan dalam lingkungannya. Atau perubahan dapat menghasilkan suatu kepekaan terhadap kebutuhan pribadi anggota system itu dalam hal ini komitmen terhadap system itu cenderung naik.

Fungsi positif dan konflik dalam merangsang perubahan social yang dibutuhkan diperluas oleh coser ke kasus-kasus konflik yang keras sifatnya. Paling kurang kekerasan merupakan suatu indicator deprivasi, hal ini tercermin dalam kenyataan bahwa kekerasan yang tidak sah terjadi sembarangan saja dikalangan mereka dalam struktur kelas social yang paling bawah.

5. Konflik Sebagai Suatu Stimulus Untuk Integrasi Antar Kelompok

Perubahan sering terjadi dalam sifat hubungan antara kelompok dalam dan kelompok-kelompok lainnya sebagai hasil dari konflik. Seperti sudah kita ketahui. Konflik sering memperkuat batas antara kelompok dalam demi kelompok luar dan meningkatkan usaha untuk menggalang solidaritas kelompok dalam itu. Selain itu kalau konflik berlarut-larut, ikatan-ikatan social secara pelan-pelan dapat berkembang antara pihak-pihak yang saling bertentangan itu sendiri. Salah satu ikatan seperti itu adalah dibuatnya norma dan prosedur untuk mengatur cara-cara berkonflik. Tipe ukuran ynag lain dapat kita lihat pada symbol-simbol bersama mengenai kemenangan dan kekalahan. Seperti Coser kemukakan konflik kekerasan biasanya berakhir jauh sebelum pihak yang kalah itu kehabisan semua kekutannya untuk terus berperang.

Selain itu, konflik sering merangsang usahakan untuk mengadakan persekutuan dengan kelompok-kelompok lain. Dalam beberapa hal antagonime antara kelompok-kelompok ini bersatu dalam suatu koalisi untuk melawan musuh bersama.

Munculnya perpecahan yang mendalam dan kekal antara kelompok-kelompok yang bermusuhan itu berakhir apbila banyak kepentingan dan nilai sama dalam masing-masing kelompok, dan apabila kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan dari kelompok masing-masing ditekan. Dalam situasi seperti ini permusuhan yang mendalam antara kelompok-kelompok yang bertentangan itu cenderung diungkapkan dalam konflik yang nonrealistic.

Jelaslah bahwa Coser maupun kaum fungsionalisme structural-struktural social ada di dalam dirinya sendiri dan bergerak sebagai kendala. Coser mengungkapkan Sosiologi konflik harus mencari nilai-nilai serta kepentingan-kepentingan yang tertanam secara structural sehingga membuat manusia saling terlihat dalam konflik, bilamana ia tidak ingin larutkan ke dalam penjelasan psuikologis mengenai agresifitas bawaan, dosa turunan atau kebanggaan manusia. Apa yang disumbangkan Coser kepada orientasi fungsionalisme ialah deskripsi mengenai bagaimana struktur-struktur social itu dapat merupakan produk konflik dan bagaimana mereka dipertahankan oleh konflik.

Peter Michelle Blau

Peter Blau menerima pendidikan sosiologi di universitas Columbia. Dia memperoleh kedudukan akademis di universitas Cornell dan universitas Chicago dan akhirnya kembali ke universitas Columbia. Sebagian besar dari sumbangannya terhadap sosiologi adalah dalam bidang organisasi kompleks. Perspektif teori pertukaran Blau penting bagi kita karena secara eksplisit dia memperlihatkan saling ketergantungan antara pertukaran sosial ditingkat mikro dan munculnya struktur sosial yang lebih besar atau makro. Kebanyakan penyajian sistemis mengenai teori pertukarannya diberikan dalam bukunya “Exchange and Power in Social Life”. 

Perhatian Peter Balu adalah pada struktur asosiasi yang muncul dari transaksi pertukaran. Blau berusaha memperlihatkan bahwa proses pertukaran dasar itu melahirkan gejala yang muncul dalam bentuk struktur sosial yang lebih kompleks. Jadi teori Blau memperlihatkan suatu tradisi ideal dari mikro ke makro. Pertukaran sosial yang dimaksud Blau terbatas pada tindakan-tindakan yang tergantung pada reaksi-reaksi penghargaan dari orang lain dan yang berhenti apabila reaksi-reaksi yang diharapkan ini tidak kunjung datang. Dalam model Blau, manusia tidak didorong hanya oleh kepentingan diri yang sempit. Seperti Homans, Blau menekankan pentingnya dukungan sosial sebagai suatu imbalan. Keinginan ini mencerminkan kebutuhan egoistic untuk difikirkan sebaik-baiknya oleh orang lain, tetapi untuk memperoleh tipe penghargaan ini, individu harus mengatasi dorongan egoistik yang sempit dan memperhitungkan kebutuhan dan keinginan orang lain. Blau juga menerapkan prinsip-prinsip teori pertukarannya ini dalam menganalisa hubungan sosial antara orang yang saling bercintaan dalam satu bab berjudul “Exercus an Love”. Dalam hubungan seperti ini banyak pertukaran istimewa yang terjadi, dapat dilihat sebagai symbol daya tarik emosional terhadap satu sama lain, ikatan hubungan yang bersifat timbale balik dan keinginan mereka untuk meningkatkan komitment satu sama lain.


Teori Pertukaran Blau : memunculkan struktur makro dari pertukaran sosial dasar. 

1. Penghargaan Intrinsik dan Ekstrinsik. 

Hubungan sosial dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori umum yang didasarkan pada apakah reward yang ditukarkan itu bersifat intrinsik atau ekstrinsik. Reward yan intrinsik berasal dari hubungan itu sendiri. Contoh hubungan cinta, pertukaran sosial tidak tunduk pada negosiasi dan tawar menewar yang disengaja, keaslian dalam banyak sosial reward tergantung pada tidak adanya unsure kesengajaan yang dirembukkan. Biasanya, apabila satu pihak dalam suatu hubungan intrinsik terpaksa harus mengingatkan pihak lain akan hadiah-hadiah yang sudah diberikannya, hal ini memperlihatkan paling kurang adanya keretakan dalam hubungan. Ikatan sosial yang secara intrinsik mendatangkan penghargaan yang dimanifestasikan dalam suatu persahabatan intim. Reward yang intrinsik muncul dalam suatu hubungan, pada waktu pihak-pihak yang terlibat didalamnya secara bertahap masuk suatu pertukaran reward yang lebih banyak lagi macamnya. 

Sebaliknya, hubungan ekstrinsik berfungsi sebagai alat bagi suatu reward yang lainnya dan bukan reward untuk hubungan itu sendiri. Hubungan ekonomi dipasaran mungkin merupakan manifestasi hubungan ekstrinsik yang paling jelas. Pertukaran ekonomi tunduk pada negosiasi dan tawar menawar yang disengaja. 

Namun pada tahap awal dalam banyak hubungan intrinsik, orang sering mengadakan perbandingan antara satu tema dengan tema lainnya yang potensial untuk pertukaran. Hal ini menunjukkan bahwa daya tarik awal antara pihak-pihak yang mengadakan pertukaran itu bersifat ekstrinsik artinya, reward yang diinginkan tidak secara intrinsik melekat pada seorang teman tertentu. 

Transformasi hubungan daya tarik ekstrinsik ke daya tarik intrinsik akan paling jelas diterapkan dalam hubungan dimana individu memiliki suatu tingkat kebebasan tertentu untuk memilih antara beberapa alternatif teman. Misalnya anak-anak dalam suatu keluarga, hubungan keduanya dapat dianalisa menurut pertukaran intrinsik dan ekstrinsik, teori Blau sangat jelas untuk melihat hubungan-hubungan dalam pilihan. Seperti dikatakan Blau, “seorang individu merasa tertarik satu sama lain kalau dia mengharapkan sesuatu yang bermanfaat bagi dia sendiri karena hubungan itu. Tetapi untuk memperoleh reward itu, individu itu harus merangsang orang lain untuk memberikannya. Rangsangan seperti itu diberikan dengan menawarkan suatu reward. Dalam pertukaran sosial, tawaran akan suatu reward itu tidak perlu dalam bentuk proses yang sadar. Mungkin tidak lebih daripada suatu usaha untuk bersikap lebih ramah daripada bermusuhan dalam suatu pertemuan. 

Usaha seseorang untuk menarik perhatian orang dengan menggabungkan secara tepat kesederhanaan dan daya tarik dalam penampilannya, mengungkapkan kepada kita suatu kesadaran yang implisit mengenai pentingnya keseimbangan dalam transaksi pertukaran. Pertukaran itu seimbang apabila reward dan cost yang ditukarkan kurang lebih sama nilainya dalam jangka panjang kalau bukan dalam jangka pendek. Ikhtiar untuk mempertahankan suatu keseimbangan yang memadai dalam transaksi pertukaran mencerminkan “norma timbal balik”. 

Mempertahankan suatu keseimbangan yang memadai dalam transaksi antara pasangan-pasangan yang tukar menukar itu membantu mempertahankan tingkatan persamaan diantara mereka. Namun dalam banyak hal, perbedaan dalam kebutuhan dan atau sumber-sumber yang dimiliki pasangan yang tukar menukar itu mengakibatkan ketidak seimbangan dalam transaksi pertukaran mereka. Usaha untuk menjelaskan bagaimana perbedaan kekuasaan itu muncul dari pertukaran yang tidak seimbang, merupakan tema sentral dalam teori pertukaran Blau dan merupakan transisi antara proses pertukaran ditingkat mikro dan struktur makro. 

2. Munculnya struktur kekuasaan dari pertukaran tidak seimbang. 

Orang yang selalu menerima kemurahan hati secra sepihak harus menerima posisi subordinasi, paling tidak kalau dia mau memepertahankan hubungan itu. Menerima suatu posisi subordinasi adalah mengakui utang seseorang dan ketergantungannya pada kemurahan hati pihak lain, perbedaan status muncul sebagai akibat dari perbedaan dalam transaksi pertukaran, dan dengan status yang lebih tinggi pada mereka yang memberikan keuntungan yang lebih besar yang tidak dapat dibalas oleh mereka yang menerima. Perbedaan status tidak hanya merupakan akibat dari pertukaran yang tidak seimbang. Apabila pemberian secara sepihak dilakukan terus menerus, kewajiban menjadi semakin besar sehingga tidak mungkin lagi ada tindakan yang diperlihatkan kepada si penerima yang dapat menebus utangnya atau membuat hubungan itu menjadi seimbang lagi. Dalam hal ini, perbedaan kekuasaan muncul dari pertukaran yang tidak seimbang. Orang yang menerima pemberian secara sepihak wajib menyesuaikan dirinya dengan kemauan, tuntutan, atau pengaruh dari mereka yang memberikan pertolongan kalau mau mempertahankan hubungan dan tarus menerima sesuatu. 

a. Strategi untuk memperoleh kekuasaan dan menghindarkan subordinasi. 

Dalam banyak hal, orang yang memiliki surplus akan sumber-sumber atau sifat-sifat yang mampu memberikan reward, cenderung untuk menawarkan berbagai pelayanan atau hadiah secara sepihak. Dalam hal ini mereka dapat menikmati sejumlah reward yang berhubungan dengan statusnya yang tinggi akan kekuasaan atas orang lain. Proses yang umum dalam kompetisi untuk memperoleh status dan kekuasaan sering meliputi usaha-usaha memberikan reward yang lebih banyak kepada pasangan pertukaran daripada yang dapat diberikan orang lain. 

Seseorang yang tidak mau berada dalam posisi subordinasi melalui utang dan ketergantungan pada orang lain, dapat menggunakan strategi menolak menerima pelayanan atau pemberian yang tidak dapat dibalas dengan nilai yang kurang lebih sama. Orang miskin yang menolak sumbangan amal, pasangan keluarga baru yang menolak hadiah yang terlalu banyak dari orang tuanya. Ketergantungan pada orang lain juga dapat dihindari dengan memiliki sumber-sumber yang dapat dipergunakan untuk memberikan pelayanan balasan yang sama dengan nilai yang sama. Strategi lain adalah memperoleh pelayanan yang dibutuhkan dari sumber alternatif dimana saling ketergantungan timbal balik dapat ditegakkan, strategi yang terakhir adalah menggunakan kekerasan ; berupa paksaan fisik, atau mencabut dari seseorang reward yang diterima dari suatu sumber lainnya. Pemerintah yang sah berhak untuk melakukan hal ini. 

b. Munculnya struktur kekuasaan dalam kelompok tugas. 

Proses yang sama dimana orang memperoleh kekuasaan dengan memberikan pelayanan sepihak sebagai imbalan, juga berlaku untuk kelompok atau organisasi yang lebih besar. Persaingan awalnya adalah persaingan untuk memperoleh orang lain, dalam hal ini nampak pada yang tidak ada ujung pangkalnya menyangkut persaingan dikalangan para anggota itu untuk membuktikan baha dirinya cukup menarik (lebih menarik dari orang lain) bagi orang lain dalam kelompok itu.Dari percakapan yang tidak ada ujung pangkalnya ini muncullah pola-pola tertentu. Beberapa orang akan berhasil dalam usahanya untuk memperlihatkan kualitasnya yang mengesankan lebih besar daripada orang lain. Pelan-pelan pola komunikasi beralih sedemikian sehingga orang yang paling mengesankan berhasil dalam merebut perhatian seluruh kelompok lebih daripada dia. Akhirnya, satu orang berhasil menonjol sebagai orang yang lebih mengesankan daripada siapa pun lainnya. Akibatnya, kepemimpinan muncul dari kemampuan pemimpin yang potensial untuk memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain dalam kelompok itu secara sepihak. 

Kalau ide-ide pemimpin itu efektif dalam memudahkan kelompok itu untuk memenuhi tugas-tugasnya, penampilan kelompok itu akan memperkuat posisi pemimpin itu.Model bagaimana struktur pemimpin itu muncul, paling jelas dalam kelompok-kelompok dimana para anggotanya memiliki komitmen terhadap tujuan kelompok serta pemimpin yang mampu menciptakan kewajiban di pihak bawahan yang akan memperkuat pesan kepemimpinan mereka. 

c. Stabilisasi struktur kekuasaan. 

Dalam hal ini, posisi pemimpin itu menjadi salah satu otoritas, tidak sekedar kekuasaan atas sumber-sumber yang dibutuhkan. Kalau hal itu terjadi, pemimpin itu akan mampu menuntut ketaatan pun apabila ada suatu gangguan dalam memberikan reward kepada bawahannya. Pola transaksi dan pertukaran akan dibimbing dan dipengaruhi oleh konteks budaya yang sudah ada dan yang lebi besar. Legitimasi suatu struktur kepemimpinan melalui nilai dan norma bersama sangat penting dalam memudahkan suatu kelompok untuk menuju tujuan-tujuan jangka panjang. Seorang pemimpin yang usaha-usaha pengaruhnya diperkuat oleh nilai dan norma kelompok akan mampu meyakinkan anggota-anggota untuk mengeluakan cost untuk mencapai tujuan jangka panjang tapi reward yang langsung apa pun kecuali kepuasan internal dan kepercayaan sosial yang merupakan hasil dari komfornitas normatif. 

Dalam suatu kelompok dimana struktur kepemimpinan yang saling memberi kepuasan itu sudah muncul, maka pemimpin dan bawahannya akan mempunyai suatu kepentingan dalam menstabilisasi hubungan mereka, dengan melegitimasi nilai-nilai dan norma-norma daripada hanya sekedar bersandar pada keseimbangan jangka pendek antara cost-reward dalam transaksi pertukaran mereka. 

Proses legitimasi sering berantakan dalam kelompok dan organisasi; berbagai tipe gerakan oposisi sering muncul dan kadang-kadang berhasil menggulingkan struktur kekuasaan yang sudah mapan. 

3.Dari pertukaran tak seimbang ke srtuktur makro. 

Munculnya suatu struktur kepmimpinan dari pertukaran tak seimbang, dan menjadi kuatnya struktur itu dengan melegitimasi nilai dan norma berarti bahwa pemimpin itu berada dalam suatu posisi mengontrol dan mengkoordinasi tindakan-tindakan bawahannya dalam mengembangkan suatu garis atau patokan bertindak dalam keadaan itu tujan kelompok mungkin diterima semua anggota kelompok dan yang mungkin menguntungkan mereka semua. 

Ada sejumlah contoh dari kehidupan setiap hari dimana kelompok itu dan bukan individu, harus dilihat sebagai satuan yang terlibat dalam suatu garis tindakan. Misalnya, suatu pertandingan sepakbola jelas meliputi garis tindakan yang terkoordinasi dalam tindakan. 

Ada beberapa situasi dimana suatu kelompok dalam bertindak menurut suatu cara yang terpadu, pun dalam situasi dimana tidak ada kekuasaan yang jelas atau struktur kepemimpinan.Dalam situasi yang meminta perhatian yang langsung, seperti keadaan darurat, suatu garis tindakan yang terpadu mungkin muncul tanpa suatu struktur kepemimpinan. Kalaupun semua anggotanya sepakat dengan tujuan itu, ada resiko bahwa tindakan terpadu akan dirusakkan oleh ketidaksepakatan atas strategi yang digunakan dalam mencapai tujuan itu atau oleh ketidakrelaan beberapa anggota untuk melaksanakan tindakan yang perlu apabila mereka diminta untuk berbuat. Contoh: demonstrasi mahasiswa akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an kurangnya kepemimpinan yang jelas dan strukur kekuasaan berarti bahwa tidak ada seseorang dapat berbicara atas nama mahasiswa dalam berembuk dengan pimpinan universitas. Sebaliknya, pemimpin serikat buruh yang terorganisasi baik, dapat menjatuhkan semua industri dengan pemogokan-pemogokan, pun apabila banyak anggota serikat buruh itu lebih suka tidak mogok. 

Kesulitan-kesulitan yang dihadapi kelompok-kelompok yang menekankan persamaan derajatdalam mengembangkan suatu garis tindakan kelompok dapat diatasi dengan munculnya striktur kepemimpinan yang jelas. Kalau ada dua kelompok atau lebih dimana didalamnya sudah muncul suatu struktur kepemimpinan yang mapan, bagaimana kelompok-kelompok itu berinteraksi satu sama lain sebagai satuan (andaikan bahwa hasilnya disepakati) ?. Dalam tipe situasi ini, kelompok-kelompok itu, bukan individu-individu yang kebetulan termasuk didalamnya, merupakan satuan-satuan interaksi. Selama kurun waktu tertentu mungkin ada pengertian dalam keanggotaan kelompok itu, meskipun demikian garis tindakan dalam kelompok itu tetap dipertahankan. Meskipun kelompok itu dapat bertindak hanya lewat anggotanya saja, mereka akan bertindak bukan sebagai individu, tetapi sebagai anggota kelompok itu. Inilah hakikat dasar bagi munculnya struktur makro. Struktur makro, dalam defenisi pokoknya adalah suatu struktur yang terbentuk dari kelompok; sedangkan struktur mikro hanya terdiri dari individu-individu. 

Individu-individu yang sedang bertindak atas nama kelompok saling bersaing dalam mengembangkan strategi untuk tampil secara menarik didepan mata calon-calon temannya(individu atau kelompok-kelompok lain). Diluar proses ini, transaksi pertukaran yang seimbang atau tak seimbang akhirnya muncul kalau pertukaran antara dua kelompok atau lebih bersifat seimbang, maka hubungan saling ketergantungan yang timbal balik akan ditegakkan. Kalau hubungan pertukaran itu tak seimbang, diferensiasi status dan kekuasaan akan muncul. Kalau suatu kelompok yang dominan mampu memperoleh kekuasaan dan menciptakan hubungan ketergantungan dengan suatu kelompok rendahan atau lebih, maka tahap yang dihadapi adalah bagaimana suatu kombinasi kelompok-kelompok … yang lebih tinggi itu disusun. Bertambah besarnya suatu perserikatan, apakah karena penerimaan anggota baru atau karena tambahan beberapa kelompok lagi, pasti akan diikuti oleh pembentukan kelompk-kelompok kecil yang lebih banyak lagi. 

Gambaran umum tentang suatu masyarakat kompleks yang besar terkandung dalam model Blau adalah bahwa masyarakat itu terdiri dari suatu jaringan perserikatan-perserikatan yang rumit, yang didasarkan pada transaksi-transaksi pertukaran; beberapa diantaranya bersifat langsung dan banyak yang tidak langsung. Banyak dari transaksi-transaksi itu memperlihatkan berbagai tingkat ketidakseimbangan.Singkatnya, masyarakat modes adalah seperti sarang lebah dengan berbagai organisasi yang tumpang tindih dan saling terjalin. Analisa akhirnya mereka tergantung pada proses pertukaran, khususnya pertukaran tak-seimbang dengan menghasilkan kekuasaan dan hubungan ketergantungan. 

a. Legitimasi struktur kekuasan versus oposisi. 

Dalam jangka panjang, struktur kekuasaan dan otoritas bergantung pada hasil perbandingan cost-reward yang menguntungkan semua anggota, tetapi kalau cost-reward kurang menguntungkan , mereka mungkin akan marah dan melawan atau menolak. Hal ini akan mengakibatakan pembentukan gerakan oposisi, dan dalam kasus ekstrim merombak struktur yang ada. Akibatnya struktur kekuasaan bersifat goyah dan secara potensial tidak stabil. Tidak semua anggota yang tidak puas akan menjadi calon-calon dalam gerakan oposisi itu. Beberapa mungkin meninggalkan kelompok dan bergabung dengan kelompok lain dimana mereka bisa memperoleh hasil cost-reward yang lebih menguntungkan. Beberapa yang lain mungkin segan mengambil bagian karena mereka merasa takut akan kemungkinan gagal dalam mengubah struktur kepemimpinan yang akan mengurangi keuntungan yang mungkin bisa dibuat. 

Hubungan antara mekanisme legitmasi dan mekanisme oposisi dapat dilihat sebagai satu konflik dialektis yang kurang lebih berifat terus-menerus. Munculnya struktur kepemimpinan yang kuat, selalu menciptakan kondisi-kondisi dimana gerakan-gerakan oposisi akan terbentuk. Dalam jangka panjang, kalau suatu gerakan oposisi gagal menciptakan suatu struktur kepemimpinan, hasilnya berupa ketidakmampuan para anggota yang tidak puas untuk bertindak dengan konsisten sebagai suatu kesatuan. 

Suatu ideologioposisi dapat meyakinkan para pesertanya dalam gerakan oposisi, bahwa usaha mereka untuk menggalakkan perubahan tidak dilaksanakan demi kepentingan diri tetapi sesuai dengan prinsip-prinsip teoral yang tinggi. Apakah gerakan oposisi berhasil atau tidak, dapat berfungsi secara positif yang membantu merangsang pembauran atauperubahan nilai-nilai dan norma-norma yang ada atau bahkan melahirkan nilai dan norma yang baru yang akan memberikan legitimasi pada hasil-hasil cost-reward bagi bawahan. 

b. Proses institusionalisasi dalam struktur makro yang besar. 

Sistem-sistem yang besar lebih cenderung terlibat dalam pertukaran yang tidak langsung yang bersifat kompleks antar individu atau antar kelompok yang tidak mungkin berada dalam kontak satu sama lain secara langsung. Jadi internalisasi akan nilai-nilai dan norma-norma yang ada cocok, menjadi jauh lebih penting dalam membentuk prilaku dan pola interaksi daripada persetujuan-persetujuan yang dirembukkan untuk suatu tujuan tertentu. 

Kepercayaan mendalam akan nilai dan norma yang abstrak dan proporsi yang meningkat dalam pertukaran yang tidak langsung, dapat dilihat sebagai gejala yang muncul cemergent phenomena ,artinya karakteristik-karakteristik itu sangat penting untuk pekerjaan rutin dalam sistem pertukaran yang besar. Hal ini merupakan tekanan yang penting dalam teori Blau. 

Blau membedakan 4 tipe nilai sosial yang terdapat dalam tansaksi sosial dalam struktur yang kompleks, yakni : nilai-nilai partikularistik sebagai media solidaritas, nilai-nilai universalistik sebagai media pertukaran dan diferensiasi, nilai-nilai legitimasi sebagai media media organisasi, dan ideal-ideal oposisi sebagai media organisasi. 

Pembedaan antara nilai partikularistik dan universalistik dihubungkan dengan pembedaan antara imbalan intrinsik dan ekstrinsik. Imbalan intrinsik dihubungkan dengan satu orang tertentu sedangkan imbalan ekstrinsik tidak dihubungkan demikian dan dapat diperoleh dari berbagai sumber alternatif. Hubungan-hubungan intrinsik merupakan tujuan dalam dirinya sendiri lebih daripada sebagai alat untuk suatu tujuan lainnya, sedangkan hubungan-hubungan ekstrinsik merupakan alat untuk suatu tujuan. Nilai-nilai partikularistik menciptakan perasaan –perasaan solidaritas dan integrasi antara orang-orang yang memiliki sifat-sifat tertentu yang sama. Sifat ini dapat mencakup latarbelakang rasial dan etnis, status atau pekerjaan yang sama, agama yang sama, tempat tinggal dalam suatu komunitas tertentu atau kepentingan bersama lainnya. Daya tarik antar pribadi yang menimbulkan hubungan pribadi diharapkan akan sangat kuat, karena orang-orang yang memiliki sifat yang sama dapat dengan mudah saling memberikan dukungan sosial. Nilai-nilai universalistik menjembatani pertukaran antara orang-orang yang tidak sama nilai-nilai universalistik mengatasi berbagai perbedaan yang tercermin dalam nilai-nilai partikularistik. Nilai-nilai universalistik penting untuk mempertahankan jaringan pertukaran tidak langsung yang bersifat kompleks dalan jaringan kompleks ini, nilai-nilai universalistik membangkitkan perasaan-perasaan saling ketergantungan dan kewajiban yang menyebarluas ke berbagai tipe orang yang berbeda-beda yang mungkin tidak dikenal secara pribadi.

George C. Hommans

Sebagaimana diketahui, Homans karir dalam tradisi fungsionalisme structural, suatu pendekatan yang memperoleh dominasi teoritis selama tahun 1940 an. Karya Homans yaitu the human group (1950 ) berkisar pada konsep system yang abstrak sebagaimana ditunjukkan oleh studi konkrit tentang kelompok-kelompok dengan titik berat pada komposisi structural serta operasi kelompok demikian. 

Meskipun buku humans berjudul social Behavior : its Elementary Forms, yang ditulisnya pada tahun 1961, pada umumnya dianggap sebagai penjelasan utama yang sangat rinci mengenai teori pertukarannya banyak idedasar dalam karyanya menggambarkan serangannnya terhadap interpretasi Levi-straus mengenai kebiasaan- kebiasaan perkawinan dalam masyarakat primitif,dan memberikan interpretasi alternatifnya 

Dalam hal pola-pola perkawinan yang digambarkan Levi-straus, Homans mengemukakan bahwa alasan sering terjadinya perkawinan putri saudara Ibu hanyalah bahwa individu itu secara emosional merasa lebih dekat dengan ibunya dari pada bpaknya.ini disebabkan karena bapak memilki otoritas yang main hakim sendiri terhadap putranya,dan orang umumnya merasakan suatu jarak social yang lebih besar dengan mereka memiliki otoritas atas dirinya dari pada mereka yang kurang lebih hampir sama. Sebaliknya,dimana pola perkawinan dengan putri saudara bapakdi ikuti.otoritas seperti hakim itu dilaksanakan oleh saudara ibu dan bukan oleh ayahnya 

Penjelasan Homans yang terahir mengenai pola-pola perkawinan merupakan penjelasan yang bersifat psikologis.arahnya adalah perasaan-perasaan yang bersifat alamiah,tidak terhadap intergrasi keseluruhan atau solidaritas masyarakat. 

1 Dinamika prilaku kelompok kecil. 

Homans memilih kelompok kecil untuk analisa deskriptifnya,sebagian karena kelompok itu merupakan satuan dasaryang terdapat dalam semua tipe struktur social lainya dan semua satuan budaya,dan sebagainya karena keterlibatan dalam kelompok itu demikian mermbesnya dalam pengalaman manusia. 

Ada 3 konsep utama yang digunakan Homans menggambarkan kelompok kecil: 

a) Kegiatan,maksudnya adalah prilaku actual yang digambarkan pada tingkat yang sangat kongkret. 

b) Interaksi maksudnya adalah kegiatan apa saja yang merangsang atau dirangsang oleh kegiatan orang lain 

c) Perasaan. Seperti yang kita sudah lihat tidak didefenisikan hanya sebagi suatu keadaan subyektif tetapi sebagai suatu tanda yang bersifat eksternal atau yang bersifat perilaku yang menunjukkan suatu keadaan internal. 

Banyak konsep lainnya yang digunakan secara tradisional dalam analisa sosiologis dapat dengan mudah didefenisikan menurut konsep- konsep Homans berdasarkan itu. Misalnya konsep kebiasaan menunjuk pada kegiatan-kegiatan dan pola-pola interaksi yang diulang-ulang norma dapat didefenisikan sebagai suatu kegiatan atau pola interkasi yang diharapkan untuk diikuti oleh anggota kelompok. Dengan perasaan negatif terhadap mereka yang tidak mengikuti 

2. Dasar-dasar psikologis bagi transaksi pertukaran. 

Setelah berpisah dengan fungsionalisme structural humans mulai menegaskan arti penting psikologi bagi penjelasan fenomena social. Dalam melakukan hal itu dia menentang karya sarjana sosiologi klasik, yaitu Emile Durkheim. Sampai sekarang perlawanan durkheim terhadap reduksionisme psikologi ini masih tetap hidup, tetapi Homans mulai menyangkal norma itu dengan menyatakan bahwa semua penjelasan-penjelasan prilaku social menyangkut masalah psikologis. 

Akan tetapi ternyata Homans memulai teorinya dengan ilmu ekonomi bukan dengan psikologi. Teori pertukaran Homans itu bertumpu pada asumsi bahwa orang terlibat dalam perilaku untuk memperoleh ganjaran atau menghindari hukuman. Pertukaran perilaku untuk memproleh ganjaran atau prinsip-prinsip dasar dalam transaksi ekonomi sederhana. 

Dari ekonomi dasar, Homans mengambil konsep-konsep seperti biaya (cost), imbalan (reword), dan keuntugannya (profit). Gambaran dasar mengenai perilaku manusia yang diberikan atau ilmu ekonomi adalah bahwa manusia terus-menerus terlibat dalam memilih diantara prilaku –prilaku alternatif, dengn pilihan yang mencerminkan cos and reword yang diharapkan yang berhubungan dengan garis prilaku alternatif itu 

Homans percaya bahwa proses pertukaran ini dapat dijelaskan lewat proposisional yang saling berhubungan dan berasal dari psikologi Skinnerian.melalui proposisi banyak prilaku social dapat di jelaskan seperti : 

1) Proposisi sukses 

Dalam setiap tindakan,semakin sering tindakan semakin tertentu yang memperoleh ganjaran,maka akan kerap ia akan melakukan. 

2) Proposisi stimulus 

Jika dimasalalu terjadi stimulus yang khusus atau seperangkap stimuli, merupakan peristiwa dimana tindakan seseorang memperoleh ganjaran.maka semakin mirip stimulus yang ada sekarang ini dengan yang lalu,akan semakin mungkin sesorang melakukan tindakan serupa atau yang agak sama. 

3) Proposisi nilai 

Semakin tinggi nilai suatu tindakan maka kian senang seseorang melakukan tindakan itu 

4) Proposes depripasi-satiasi 

Semakin sering dimasa yang baru berlalu seseorang menerima suatu jalan tertentu,maka semakin kurang bernilai bagi seorang tersebut peningkatan setiapunit ganjaran itu. 

5) proposisi restu-agresi 

Bila tindakan seseorang tidak memperoleh ganjaran yang diharapkan atau memperoleh ganjaran yang tidak dinginkanya, maka dia akan marah.;dia menjadi sangat cenderung menujukkan prilaku agresif,dan hasil prilaku demikian menjadi lebih bernilai baginya 

3.Penerapan prinsip-prinsip pertukaran dasar. 

Teori pertukaran tidak hanya terbatas pada hubungan antara orang-orang yang senang satu sama lain atau merasa kegiatan bersamanya itu saling meguntungkan.orang mungkin berinteraksi dengan orang yang tidak mereka disukai,meskipun perasan tidak suka itu menjadi lebih besar kalau interaksi itu di teruskan. 

Kalau seorang individu memiliki status social yang lebih tinggi atau lebih rendah dari orang lain dalam semua karekteristik status yang relevan secara konsisten,maka orang itu dapat digambarkan sebagai orang yang memiliki kesesuaian status. Sebaliknya,kalau seseorang lebih tinggi dari pada orang lain dalam beberapa karekteristik,tetapi lebih rendah dalam karesteristik yang lain hal ini yang menunjukkan gejalah status yang tidak sesuai atau tidak konsisten. Ada beberapa kelompok yang di tandai oleh kompotisi dan komplik dari pada kekompakan social atau sikap acuh tak acuh. Dalam kelompok seprti itu, pertukaran akan meliputi penggunaan hukuman atau biaya dan dukungan positif.orang-orang dalam suatu kelompok kerjasama menerima social opproval dalam pertukaran karena menyumbang pada tujuan-tujan kelompok.tetapi social opproval bukanlah merupakan suatu reword yang sangat langkah atau sangat susah diberikan orang karena alasan inilah orang yang sumbanganya yang bernilai dan jarang di peroleh,akan dihargai sangat tinggi daripada social opproval pada umumnya.

George Herbert Mead

George Herbet Mead lahir pada tahun 1863 di Massachusetts, tetapi pindah selagi masih kecil ke Oberlin, Ohio dimana ayahnya, Hiram Mead, mengajar. Hiram Mead pernah menjadi pendeta kongregasi di Massachuaetts. Ayah Mead meninggal sebelum dia tamat dari Oberlin. Ibunya, Elizabeth Storrs Billings, mulai mengajar di Oberlin dan akhirnya menjadi presiden Mount Holyoke College. Sesudah tamat dari Oberlin, Mead mengajar sekolah dasar tetapi 4 (empat) bulan kemudian dia dipecat karena mengusir terlalu banyak anak-anak yang suka ribut disekolah. Kisah singkat ini kemudian disusul dengan suatu periode dimana dia bekerja selama tiga tahun di Wisconsin Central Rail Road Company. Pada tahun 1887 Mead mendaftarkan diri di Universitas Harvard. Perhatian utamanya waktu itu adalah filsafat dan psikologi, Khususnya dia tertarik pada filsafat Hegel lewat gurunya, Josiah Royce. 

Sesudah setahun di Harvard, Mead mengikuti kebiasaan kebanyakan mahasiswa pada waktu itu yaitu pergi ke Eropa untuk melanjutkan studi. Tahun 1891 Mead kembali ke Amerika dan menduduki satu sebagai dosen untuk mata kuliah filsafat dan psikologi di Universitas Michigan, dimana dia bertemu dengan John Dewey dan Charles Horton Cooley. Mead tetap di Universitas Chicago dan Dewey pindah ke Kolumbia di tahun 1905. Tahun 1931 Dewey berikhtiar agar Mead bergabung dengan dia di Columbia, tetapi sebelum pengaturan perpindahan itu rampung, Mead meninggal. 

Mead adalah orang yang sederhana dan rendah hati, sangat betah di tengah-tengah lingkungan kota Chicago yang dinamis. Mead sangat yakin akan kemungkinan-kemungkinan perubahan sosial, selain itu Mead juga sangat dipengaruhi oleh teori evolusi Darwin. Darwinisme sosial merupakan unsur penting dalam perspektif ilmu sosial di Amerika selama Mead hidup, namun Mead bukanlah seorang Darwinis sosial.Khususnya,Mead tidak menganjurkan pendekatan laissez-faire dalam pertarungan antara yang kuat dan yang lemah; juga dia tidak melihat usaha-usaha perubahan sosial itu mencemarkan hukum-hukum evolusi alamiah.Namun dia menerima prinsip Darwinis bahwa organisme terus-menerus rerlibat dalam usaha menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan bahwa melalui proses ini bentuk atau karakteristik organisme mengalami perubahan yang terus-menerus.Penjelasan Mead tentang pikiran atau kesadaran manusia yaitu dia melihat pikiran manusia sebagai sesuatu yang muncul dalam proses evolusi alamiah.dengan berfikir,individu serimg dapat melewati prosedur trial-and-error yang biasanya terjadi dalam perjalanan beberapa generasi jenis manusia yang bersifat subhuman.Salah satu contoh Mead adalah proses evolusi yang lama dimana binatang pemakan rumput seperti kerbau mengembangkan sistem pencernaannya untuk mencernakan rerumputan dan bebijian dipersingkat dalam dunia manusia dengan teknologi penggilingan halus dan masak.Tekanan pada fungsi praktis dan adaptif dari akal budi manusia sejalan dengan filsafat pragmatis,dia menempatkan masyarakat pada kedudukan sangat penting namun tak banyak membuat garis besar karakter masyarakat itu.Pusat perhatiannya ialah masalah-masalah filosofis.Perkembangan ide Mead mengenai masyarakat sebagian besar terbatas dalam hal menangani masalah-masalah ini,pembahasan itu menunjukan bahwa kehidupan kelompok manusia merupakan kondisi yang esensil bagi lahirnya kesadaran,pikiran,dunia obyek-obyek manusia sebagai organisma yang memiliki selves dan kelakuan manusia dalam bentuk tindakan. Walau dalam sejarah interaksi simbolis,Cooley dan Thomas merupakan tokoh terpenting,tetapi hanya filosofo George Herbert Mead,seorang warga Amerika awal abad ke sembilan belas dan seangkatan dengan mereka,yang sering dianggap sebagai sesepuh paling berpengaruh dari perspektif ini.

KOMUNIKASI DAN MUNCULNYA PIKIRAN

Dalam pandangan Mead, perspektifnya merupakan perspektif behaviorisme sosial.ini merupakan perluasan dari behaviorisme Watson, yang menurut Mead,tidaklah lengkap.Watson terus-menerus memusatkan perhatiannya pada perilaku nyata atau proses-proses psikologis yang dapat diukur.Perilaku menurut gerak-gerak refleks yang dipelajari atau yang sudah menjadi kebiasaan,rangsangan-rangsangan lingkungan,atau proses-proses psikologis,yang pada prinsipnya,semua itu dapat diukur secara ampiris.Dalam pandangan ini,psikologi ilmiah tidak dapat mencakup keadaan kesadaran atau proses mental yang tidak dapat diukur secara empiris. 

Meskipun individu dapat mempunyai pengalaman-pengalaman subyektif, sepertipengalaman emosional akan ketakutan, kemarahan, kegembiraan, tanpa suatu ekspresi dalam bentuk perilaku yang nyata, contoh : misalnya, seseorang mengalami ketakutan apabila dia menjadi sadar akan nafas dan denyut jantungnya yang cepat,urat-uratnya tegang.Sama halnya,proses berfikir dapat merupakan kesadaran individu akan getaran-getaran suara di bawah sadar yang dapat dirangsang yang mungkin dapat diukur secara empiris kalau instrumennya dapat ditemukan untuk mengukur kontraksi-kontraksi kecil pada urat-urat kerongkongan,seperti misalnya,orang dapat sering dilihat mengelumitkan bibirnya ketika sedang membaca. 

Menurut kebanyakan kaum idealis, seperti pengikut-pengikut Hegel di Jerman,berpendirian bahwa secara kualitatif manusia berbeda dengan binatang,dalam pengertian bahwa manusia memiliki kesadaran dan kemampuan-kemampuan mental yang tidak didikontrol oleh atau berhubungan dengan proses-proses fisiologis atau rangsangan-rangsangan lingkungan.manusia dapat berfikir,menilai ide-ide,merencanakan masa depannya,mengembangkan kepekaan moral dan estetisnya sedemikian sehingga nampak bebas dari proses-proses fisiologis atau rangsangan-rangsangan lingkungan. 

Pendekatan Mead tidak menyetujui atau menyangkal salah satu dari kedua posisi ini.Tujuannya adalah untuk memperlihatkan bafwa model Watson yang hanya berupa stimulus-response,atau gerakan-gerak refleks yang dipelajari,tidak lengkap. Seperti Watson, Mead mengakui dasar filosofis dalam perilaku dan sering berhubungan dengan proses-proses neurologis.Seperti kaum idealis,Mead mengakui pentingnya kesadaran subyektif atau proses-proses mental yang tidak langsung tunduk pada pengukuran empiris yang obyektif.Mead sebaliknya mengemukakan bahwa pikiran merupakan suatu proses;dengan proses itu individu menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya.Pikiran atau kesadaran muncul dalam proses tindakan.Proses komunikasi dan interaksi dimana individu-individu saling mempengaruhi,saling menyesuaikan diri, atau dimana tindakan-tindakan individu-individu saling cocok,tidak berbeda secara kualitatif dan proses berfikir internal. 

Mead berpendapat bahwa adaptasi individu terhadap dunia luar dihubungkan melalui proses komunikasi,yang berlawanan dengan hanya sekedar respons yang bersifat refleksi dari organisme itu terhadap rangsangan dari lingkungan.karena alasan inilah,Mead berpendapat bahwa posisinya adalah behaviorisme sosial. 

Isyarat versus simbol dalam proses komunikasi 

Dinamika proses komunikasi dapat digambarkan dalam “percakapan isyarat” pada binatang.Contoh Mead mengenai dua ekor anjing yang terlibat dalam suatu perkelahian, anjing yang satu mulai menggeram, memperlihatkan giginya, mengumpulkan tenaganya untuk menyergap lawannya. Anjing yang lain itu akan memberikan respons(kalau tidak lari) dengan menggeramkan, memperlihatkan giginya, mengambil posisi untuk membela atau balas menyerang. Anjing yang pertama tadi akan menyesuaikan dirinya dengan reaksi anjing yang kedua dengan memperbaiki kembali posisi badannya, mungkin dengan menggonggong atau yang lainnya. Proses ini adalah percakapan isyarat. Sebuah isyarat dalam konteks ini hanyalah fase pertama dari suatu tindakan keseluruhannya. Manusia juga berkomunikasi dengan isyarat, dalam kedua kasus ini, fase awal dari tindakan itu dapat merangsang orang lain untuk menyesuaikan prilakunya sendiri. Tidak harus ada suatu maksud dipihak orang itu untuk mengkomunikasikan pesan Orang itu hanya mulai dengan tindakannya sendiri yang merangsang orang lain untuk menyesuaikan tindakan-tindakannya. 

Komunikasi melalui isyarat-isyarat sederhana adalah bentuk yang paling sederhana dan yang paling pokokdalam komunikasi, tetapi manusia tidak terbatas pada bentuk komunikasi ini. Hal ini disebabkan karena manusia mampu menjadi obyek untuk dirinya sendiri (dan juga sebagai subyek yang bertindak) dan melihat tindakan-tindakannya seperti orang lain dapat melihatnya. Dengan kata lain, manusia dapat membayangkan dirinya secara sadar dalam perilakunya dari sudut pandangan orang lain. Karakteristik khusus dari komunikasi simbol manusia adalah bahwa dia tidak terbatas pada isyarat-isyarat fisik. Sebaliknya, dia menggunakan kata-kata, yakni simbol-simbol suara yang mengandung arti-arti bersama dan bersifat standar. Berlawanan dengan isyrat fisik,simbol-simbol bunyi dapat dimengerti oleh orang yang menggunakannya dalam cara yang praktis dan sebaliknya. 

Dalam pandangan Mead, karena kenyataan bahwa orang dapat mengalami suara atau arti dalam cara yang sama seperti dibuat orang lain, mereka dapat merangsang dirinya sendiri dalam cara yang sama seperti mereka dapat merangsang orang lain, misalnya orang yang sedang menyeberang jalan tidak dapat mendorong dirinya sendiri secara fisik untuk keluar dari jalan karena ada mobil yang sedang mendekat secara cepat. 
Proses berfikir 

Dalam pandangan Mead, hubungan antara komunikasi dengan kesadaran subyektif sedemikian dekatnya, sehingga proses berfikir subyektif atau refleksi dapat dilihat sebagai sisi yang tidak kelihatan dari komunikasi itu. Percakapan ini tidak terpisah dari keterlibatan-keterlibatan orang dalam hubungan sosialnya. Proses berfikir subyektif ini meliputi suatu dialog timbal-balik antara perspektifnya sendiri dengan perspektif orang lain yang terlibat(dalam percakapan itu). 

Apakah semua (proses) berfikir mencakup penggunaan simbol yang berhubungan dengan komunikasi nyata (overt) atau pengatasan masalah? Atau adakah bentuk-bentuk pikiran lain yang lebih pribadi sifatnya atau yang tidak berorientasikan pada pengatasan masalah? Banyak pola berpikir kita dalam saat-saat yang biasa dan tidak problematik mungkin terdiri dari lamunan, serangkaian gambaran-gambaran yang tidak jelas yang melintas dalam pikiran kita dalam suatu pola yang hampir tidak teratur. (Proses) berpikir setengah sadar ini juga tidak mencakup penggunaan kata-kata, seperti nampak jelas dalam kesulitan yang dihadapi banyak orang dalam menyatakan suatu reaksi yang bermakna. Tekanan Mead adalah pada jenis berpikir yang mencakup pengatasan masalah secara sadar atau komunikasi antarpribadi. Pikiran adalah proses penggunaan simbol internal atau yang bersifat tidak kelihatan. 

KONSEP DIRI DAN ORGANISASI SOSIAL 

Sesungguhnya konsep-diri seseorang mungkin merupakan obyek dari refleksi yang sadar tentang diri lebih daripada satu obyek apa saja di lingkungan eksternal, termasuk orang lain. Seringkali orang membedakan antara badan fisik dan konsep-diri. misalnya, badannya boleh mengalami cedera, tetapi sama sekali tidak berarti bahwa konsep dirinya juga rusak atau binasa; mereka mungkin mengalami suatu perasaan yang aneh seperti rasa sakit atau ketakutan, tanpa perasaan itu menjadi suatu komponen mengenai gambaran mereka tentang diri; atau mungkin mereka terlibat dalam perilaku serampangan. 

Mead mengemukakan bahwa konsep-diri terdiri dari kesadaran individu mengenai keterlibatannya yang khusus dalam seperangkat hubungan sosial yang sedang berlangsung atau dalam suatu komunitas yang terorganisai. Individu menjadi obyek dirinya sendiri dengan mengambil posisi orang lain dan menilai perilakunya sendiri seperti yang mereka inginkan.Penilaian ini meliputi suatu usaha untuk meramalkan respons orang lain dan meliputi penilaian akan respons-respons ini menurut implikasinya terhadap identitas individu itu sendiri. Contoh, seorang sersan dalam tugas militer mungkin tidak senang kalau hanya agar perintah-perintahnya ditaati; sebaliknya nada dan gema suaranya dan sikap umumnya akan dibuat sedemikian rupa untuk meyakinkan bahwa mereka yang ada dibawah dia tidak hanya taat tetapi juga takut terhadapnya dan mengakuinya sebagai sersan yang kuat. 
”I” dan “Me” sebagai Dua Dimensi Konsep-Diri 

Penjelasan Mead ialah bahwa diri atau self menjalani internalisasi atau interpretasi subyektif atas realitas (obyektif) struktur yang lebih luas. Diri”self” benar-benar merupakan internalisasi seseorang atas apa yang telah “digeneralisir orang lain” atau kebiasaan-kebiasaan sosial komunitas yang lebih luas. Dia merupakan produk dialektis dari ”saya”/”Me” atau impulsif dari diri dan “aku”/”I” atau sisi sosial manusia. Karena itu setiap diri seseorang terdiri dari biologisdan psikologis “saya” dan sosiologis ”aku”. Diri ini berkembang ketika orang belajar “mengambil peranan orang lain”. Menurut Mead orang tak hanya menyadari orang lain tetapi juga mampu menyadari dirinya sendiri. 

Dengan demikian orang tidak hanya berinteraksi dengan orang lain, tetapi secara simbolis dia juga berinteraksi dengan dirinya sendiri. Interaksi-simbolis dilakukan dengan menggunakan bahasa, sebagai satu-satunya simbol yang terpenting dan melalui isyarat. Dalam interaksi orang belajar memahami simbol-simbol konvensional, seorang penyanyi misalnya, tahu benar bahwa tepuk-tangan para penonton merupakan cermin rasa senang terhadap penampilannya. 
Tahap-tahap dalam perkembangan konsep diri 

Meskipun proses belajar bermasyarakat itu berlangsung selama hidup, Mead menekankan tahap-tahap yang dilewati anak-anak, karena secara bertahap mereka memperoleh suatu konsep-diri yang menghubungkan mereka dengan kehidupan sosial yang sedang berlangsung dalam keluarga mereka dan kelompok-kelompok lain dan akhirnya dalam komunitas itu secara keseluruhan, contoh seorang anak kecil itu diberikan suatu identitas sosial oleh orang tuanya dan yang lalu diperlakukan sedemikian rupa sehingga dia menyatakan dan memperkuat responsnya sesuai dengan identitasnya itu. Identitas yang ditawarkan kepada anak-anak secara bertahap berubah, begitu mereka tumbuh dan memperoleh keterampilan fisik dan sosial dan begitu dunia sosial mereka bertambah luas. 

Mead membedakan paling kurang 3(tiga) fase yang berbeda-beda dalam prosesi ini dimana individu belajar mengambil perspektif orang lain dan melihat dirinya sendiri sebagai obyek: 

v Tahap bermain 

Dimana si individu itu “memainkan” peran sosial dari seseorang yang lain. Misalnya, anak-anak akan “bermain” sebagai seorang polisi, seorang dokter dan lainnya yang mereka amati pada orang lain yang melaksanakannya. Tahap ini menyumbang perkembangan kemampuan untuk merangsang perilaku orang itu sendiri menurut perspektif orang lain dalam suatu peran yang berhubungan dengan itu. Tambahan pula, anak-anak memperoleh perasaan organisasi sosial yang dasar, atau cara peran-peran yang berbeda itu dihubungkan satu sama lain. 

v Tahap pertandingan (game) 

Muncul sebagai langkah berikut, para peserta dalam suatu pertandingan mampu menjalankan peran dari beberapa orang lain secara serentak dan mengorganisasinya dalam sutau keseluruhan yang lebih besar. contoh, orang yang melempar dan yang menangkap akan memberikan reaksi tidak hanya antara mereka sendiri, melainkan kepada orang yang memukul bola dan yang lari, penjaga luar, dan seterusnya. 

v Tahap Generalized other 

Dalam tahap ini terdiri dari harapan-harapan dan standar-standar umum yang dipertentangkan dengan harapan-harapan individu-individu secara khusus yang menurut harapan-harapan umum itulah si individu merencankan dan melaksanakan pelbagai garis tindakannya. Generalized other itu bisa mengatasi suatu kelompok atau komunitas tertentu secara transenden atau juga mengatasi batas-batas kemasyarakatan. Misalnya, seorang seniman, ahli filsafat dapat dengan sadar berusaha menkonstruksikan garis-garis tindakannya dengan cara yang memancing respons pada orang lain yang akan merupakan ungkapan dari kemanusiaan mereka bersama. Namun individu-individu tidak perlu menciptakan suatu warisan budaya yang permanen (kesenian, kesusastraan dan lain-lain) untuk menyatakan generalized other. Bilamana individu-individu itu menilai tindakan-tindakan atau kehidupannya sendiri menurit nilai-nilai universal atau kondisi kemanusiaan yang umum pada hakikatnya mereka mengambil peran dari generalized other itu. 

Mengambil peran orang lain sebagai dasar organisasi sosial 

Dalam pandangan Mead, organisasi defenisi-defenisi, sikap-sikap, konsep-diri individu yang bersifat internal (atau subyektif), dan organisasi kelompok-kelompok, institusi-institusi sosial dan masyarakat itu sendiri yang bersifat eksternal, keduanya saling berhubungan dan saling tergantung karena baik organisasi internal maupun yang eksternal muncul dari proses komunikasi simbol. Hal inilah yang membedakan organisasi sosial dalam dunia manusia dari bentuk-bentuk organisasi sosial dalam dunia binatang yang ditentukan secara biologis. Berulangkali menekankan proses dimana individu mengambil peran orang-orang lain (orang-orang lain tertentu dan generalized others) dan mengontrol prilaku mereka sendiri dalam cara yang sedemikian rupa sehingga cocok dengan kerangka yang ditentukan oleh defenisi-defenisi dan sikap-sikap bersama. Dengan munculnya intelegensi, manusia dapat membimbing arah revolusi sosial dengan sadar dan dapat mengembangkan visi-visi dan tujuan-tujuan untuk suatu masyarakat yang ideal di masa yang akan.