Senin, 29 Oktober 2012

Ralf Dahrendorf

Teori konflik bertujuan mengatasi watak yang secara dominant bersifat arbitrer dari peristiwa-peristiwa sejarah yang tidak dapat dijelaskan, dengan menurunkan peristiwa-peristiwa tersebut dari elemen-elemen steruktur sosial. Dengan kata lain, menjelaskan proses-proses tertentu dengan penyajian yang bersifat ramalan. Konflik antara buruh dan majikan memang memerlukan penjelasan, tetapi yang lebih penting ialah menunjukkan bukti bahwa konflik yang demikaian didasarkan oleh susunan struktur tertentu, yang oleh karenanya dumanapun cenderung melahirkan susunan structural sebagai yang telah ada. Dengan demikian yang menjadi tugas sosiolog ialah melihat hubungan konflik dengan struktur sosial tertentu dan bukan menganggapnya berhubungan dengan variabel-variabel psikologis (‘sifat-sifat agresif’) atau variable histories deskriftif (masuknya orang Amerika Serikat) atau pada unsure kebetulan. 

Ralf Dahrendorf mengunakan teori perjuangan kelas Marxian untuk membangun teori kelas dan pertentangan kelasnya dalam masyarakat industri kontemporer. Bagi Dahrendorf kelas tidak berarti pemilikan sarana-sarana produksi (seperti yang dilakukan oleh Marx) tetapi lebih merupakan pemilikan kekuasaan, yang mencakup hak abasah untuk menguasai orang lain. Perjuangan kelas dalam masyarakat modern, baik adalam prekonomian kapitalis maupun komunis, dalam pemerintahan bebas dan totaliter, berada di seputyar pengendalian kekuasaan. 

Dahrendorf melihat kelompok-kelompok pertentangan sebagai kelompok yang lahir dari kepentingan-kepentingan bersama para individu yang mampu berorganisasi. Dahrendorf menguraikan proses ini melalui mana perubahan kelompok semu menjadi kelompok kepentingan mampu memberikan dampak pada struktur. Lembaga-lembaga yang terbentuk sebagai hasil dari kepentingan-kepentingan itu merupakan jembatan di atas mana perubahan sosial terjadi. Berbagai usaha harus diarahkan untuk mengatur pertentangan-pertentangan sosial melalui institusionalisasi yang efektif daripada melalui penekanan pertentangan itu. Teori Dahrendorf jelas merupakan suatu teori masyarakat yang bersifat parsial. Lewat reori itu dia menunjukkan bagaimana organisasiorganisasi dapat dan benar-benar lahir dari pertentanga kelas. Hakikat manusia dan hakikat sosiologi. Sasaran studi sosiuologi adalah manusia sosial (yang dibedakan dengan ekonomis, psikologis, moral, dan sebagainya). Di saat yang sama para ahli sosiologi harus menyadari segisegi lain manusia atau mereka akan menggambarkan manusia abstrak yang tidak relevan dengan dunia nyata.

1. Implikasi Fungsionalis Versusu Marxis Dalam Pendekatan Dahrendorf 

Tekan Dahrendorf pada struktur otoritas lebih dari pada pemilikan alat reproduksi materiil memperlihatkan suatu pergeseran yang penting dari posisi Marx. Dahrendorf seperti Weber, mengakui pentingnya pembedaan antara kekuasaan (kemampuan untuk memaksakan kemauan seseorang meskipun mendapat perlawanan) dan otoritas (hak yang sah untuk mendapatkan kepatuhan). Meskipun kekuasaan dan otoritas dapat digabungkan dalam hubungan tertentu, perhatian Dahrendorf umumnya adalah pada struktur otoritas, bukan hubungan kekuasaan murni. Dalam pandangannya, kontrol atas alat reproduksi mencerminkan struktur otoritas yang melembaga dan bukan dominasi yang semata-mata didasarkan pada kekuasaan. 

Perbedaan yang mencolok antara Dahrendorf dan Parson bukan bahwa Dahrendorf membangun teorinya atas dasar Marxis yang sudah di revisi: perbedaan sesungguhnya adalah bahwa Dahrendorf menekankan kepentingan-kepentinagan yang saling konflik melekat dalam hubungan apa saja antara mereka yangf menggunakan otoritas yang sah dan mereka yang tunduk padanya, sedangkan Parson menekankan consensus yang mendasar yang terkandung dalam pengertian legitimasi. Jadi, meskipun Dahrendorf banyak menggunakan gaya retorika Marx serta tterminologinya yang berhubungan dengan pembentukan kelas, kesadaran kelas, konflik kelas dan sebagainya. Pokok permasalahan dasar dari persfektif sangatlah berbeda dari Marx dan ada miripnya dengan parson. Tetapi Dahrendorf benar-benar mengikuti Marx dalam menerima model dua kelas dalam struktur sosial, paling kurang sejauh kita melihat hubungannya dengan dinamika konflik. 

Dahrendorf menolak implikasi filosofis dari pandangan Marx mengenai “kesadaran palsu” meskipun dia mengakui bahwa individu mungkin tidak sadar akan kepentinagan kelasnya yang bersifat objektif yang disebutnya dengan “kepentingan laten” (laten interest). Sebaliknya kepentingan kelas yang disadari oleh individu terutama kalau kepentingan itu dengan sadar di kejar sebagai tujuan di sebut dahrendorf dengan :kepentingan manifest”. Kalau kepentingan itu bersifat laten, maka kepentingan itu tidak dapat merupakan dasar yang jelas untuk pembentukan kelompok. Jadi, para anggota dalam asosiasi yang di koordinasikan secara imperative. Itu yang memiliki kepentingan laten yang sama dapat dipandang sebagai “kelompok semu” (guasi group). 

2. Munculnya Kelompok Kepentingan Konflik 

Salah satu tujuan Dahrendorf yang utama adalah menjelaskan kondisi dimana kepentingan laten itu menjadi manifest dan kelompok semu itu dapat diubah menjadi kelompok kepentingan yang bersifat konflik. Kondisi ini dikalasifikasi sebagai: 

1. Kondisi teknis 

Dalam kondisi teknis Dahrendorf mendiskusiakan munculnya pemimpin dan pembentukan ideology. Keduanya dianggap penting dalam pembentukan kelompok konflik dan tindakan kolektif, 

2. Kondisi politik 

Dalam kondisi politik Dahrendorf menekankan tingakat kebebasan yang ada untuk bentukan kelompok akan tindakan kelompok. Pada tingkat masyarakat, suatu ekstrim dapat dapat kita lihat dalam pemerintahan totaliter yang dengan keras melarang terbentuknya partai-partai oposisi atau tipe asosiasi sukarela lainnya. 

3. Kondisi sosial 

Kondisi sosial terutama meliputi langkah komunikasi antar anggota dari suatu kelompok semu. Kondisi ini: kepemimpinan, ideologi, kebebasan politik yang minimal, dan komunikasi internal merupakan prasayarat dasar untuk pembentukan kelompok “konflik ini berarti: bahwa kalau sala satu dari elemen” ini tidak ada di antara anggota suatu kelompok semu, suatu kelompok konflik tidak akan terbentuk. Kondisi-kondisi ini meskipun perlu untuk pembentukan kelompok konflik, tidak menjamin bahwa suatu kelompok konflik akan terbentuk. Ada juga persyaratan psikologis tertentu atau persyaratan sosial psikologis. Salah satu yang paling pokok adalah hanya persyaratan bahwa kepentinagn yang laten itu menjadi manifest. 

Faktor penting lainnya yang mempengaruhi kemungkinan kesadaran kelas dan tindakan kelas dalah tingkat konsisitensi posisi kelas individu dalam asosiasi yang berbeda. Tetapi individu secara khas termasuk dalam berbagai asosiasi yang berbeda (asosiasi yang dikoordinasi secara imperatif untuk menggunakan terminology Dahrendorf). Beberapa keterlibatan organisasional dapat merupakan sum,ber status yang rendah, individu berbeda menurut apakah statusnya konsisten atau tidak dalam berbagai organisasi di man mereka terlibat. Beberapa masyarakat mungkin diorganisasi sedemikian rupa sehungga ada konsisstensi yang tinggi dalam posisi “dari orang” dalam berbagai asosiasi di mana mereka termasuk. Ini berarti individu yang berada dalam posisi subordinate dalam suatu organisasi juga berada dalam posisi subordinate dalam asosiasi yang lain. 

Bertentangan dengan pola konsisitensi ini, Dahrendorf menunjukkan pola “pluralistik” dimana ada suatu tingkat pergantian posisi individu yang jauh lebih kecil dalam suatu organisasi di bandingkan dengan organisasi lainnya. Artinya individu mungkin rendah posisinya dalam suatu asosiasi dan tinggi dalam asosiasi lainnya. Dakrendorf mengemukakan bahwa semakin tinggimtingkat konsisitensi, semakin besar pula kemungkinan bahwa kesadaran kelas akan berkembang dan tindakan kelas dijalankan. 

3. Intensitas dan Kekerasan Konflik 

Intensitas dan kekerasan dilihat sebagai dua dimensi konflik kelas yang berbeda secara analitis. Intensitas menunjukkan pada pengeluaran energi dan tingkat keterlibatan dari piahak yang berkonflik. Apakah individu terlibat secara penuh dalam suatu konflik tertentu atau apakah konflik itu kecil mencerminkan pentingnya hasil untuk mereka yang terlibat di dalamnya. Berlawanan dengan intensitas, konsep kekrasan menunjuk pada alat yang digunakan oleh pihak yang saling bertentangan itu untuk mengejar kepentingannya. Tingkat kekerasan dapat sangat bervariasi, mulai dari negosiasi yang penuh ketenangan sampai kekerasan terbuka termasuk serangan fisik atas manusia atau miliknya. Kalau intensitas dan kekerasan konflik berhubungan satu sama lain, dahrendorf berpendapat bahwa variabel-variabel ini secra konseptual berbeda dan dapat bervariasi. 

Dua variabel utama yang mempengaruhi intensitas adalah tingkat keserupaan konflik di berbagai asosiasi yang berbeda serta tingkat mobilitas. Umumnya intensitas akan tinggi kalau ada suatu tingkat keserupaan yang tinggi pula. Dalam situasi serupa energi yang dikeluarkan dalam konflik di dalam asosiasi yang berbeda disatukan. Dan isu konflik itu sendiri menjadi satu dalam front yang luas yang melampaui batas asosiasional tertentu. Dalam kasus yang ekstrem, masyarakat sebagai suatu keseluruhan di bagai dalam dua kelompok besar yang saling bermiusuhan , dengan konflik yang mendalam yang menelan banyak energi dari sebagian besar masyarakat. Selain itu, kesempatan untuk konflik yang luas dan mendalam dari tipe ini akan menjadi semakin besar kalau tak astu pun dari asosiasi yang terlibat ini memberikan kesempatan untuk mobilitas ke atas. 

Intensitas dan kekerasan konflik dipengaruhi oleh persebaran penghargaan, fasilitas, pemilikan dan status sosial umumnya. Justru karena hubungan otoritas dalam asosiasi yang berbeda-beda itu bisa sesuai satu sama lain, maka persebaran imbalan ekonomis dan keselamatan sosioekonomis dapat tumpang tindih dengan dengan persebaran otoritas. Pada umumya, semakin besar tumpang tindih atau konsistensi antara persebaran otoritas dan persebaran penghargaan materiil, jaminan ekonomis, status sosial dan sebagainya. Semakin besar pula intensitas konflik kelas. Apakah kekerasan itu juga lebih besar sejalan dengan tumpang tindih yang tinggi, tergantung pada apakah devriasi sosioekonomis yang ada ada dari mereka di kelas bahwa bersifat absolute atau relative. Dahrendorf mengemukakan bahwa kalau devriasi sosioekonomi dari mereka yang berada dalam kelas subordinat itu bersifat absolute, maka konflik kelas mungkin akan keras. Sebaliknya kalau devriasi itu hanya relatif singkat, konflik yang keras tidak mungkin terjadi meskipun intensitasnya tinggi. 

4. Pengaturan Konflik dan Kekerasan 

Variabel yang paling penting dalam model Dahrendorf yang mempengaruhi derajat kekerasan dalam konflik kelas adalah tingkat dimana konflik itu secara eksplisit diterima dan diatur. Pengaturan konflik sangat erat kaiatannya dengan kondisi politik yang memepengaruhi kesadaran dan pembentukan kelompok kepentingan yang bersifat konflik. Pada ekstrim yang satu mereka yang berada dalam posisi domunasi berusaha untuk mengangkat kenyataan atau validitas antagonisme atau konflik didasarkan pada kelas dan mereka boleh melarang terbentuknya kelompok kepentingan konflik. 

Tanpa meliahat bagaimana usaha seperti itu bermaksud untuk menekan konflik dapat dibenarkan, konflik dan antagonisme tidak dapat dilenyapkan. Keduanya tertanam dalam struktur hubungan otoritas itu. Usaha untuk menekan atau mengangkat hanya membuatnya tertekan ke bawah permukaan, di mana dia bisa mendidih perlahan dan menjadi panas yang tidak diketahui untuk jangka waktu yang lam. Tetapi pelan konflik yang terpendam itu meledak ke luar. Jadi, pola totaliter adalah suatu pola di mana usaha untuk menekan konflik itu secara periodic di selingi oleh meledaknya perang keras. 

Berlawanan dengan pola totaliter ini, mereka yang berada dalam posisi dominasi dapat menerima secara eksplisit adanya kepentingan konflik dan menyediakan saluran untuk menyatukan dan merembuknya secara periodic, pengukuran akan kepentingan yang saling bertentangan itu akhirnya mengakibatkan berkurangnya manifestasi konflik yang keras. Tetapi masyarakat demokratis sangat bertentangan dengan masyarakat totaliter, menurut pengakuan yang eksplisit akan adanya kepentingan yang bertentangan dan akan oengembangan mekanisme pengaturan konflik. Pengaturan seperti itu, menurut Dahrendorf mengurangi kemungkinan kekrasan. Pengaturan konflik itu di dasarkan pada pengakuan yang ekspisit akan kenyataan dan kenenaran adanya konflik, artinya kedua belah pihak dilihat sebagai memiliki kepentingan yang saling bertentangan secara sah. 

5. Konsekuensi Konflik: Perubahan Struktural 

Dahrendorf Membedakan tiga tipe perubahan structural : 
perubahan keseluruhan personel di dalam posisi dominasi 
perubahan sebagian personel dalam posisi dominasi 
di gabungkannya kepentingan-kepentingan kelas subordinat dalam kebijaksanaan kelas yang berkuasa. 

Dahrendorf mengemukakan bahwa perubahan structural berbeda-beda menurut sifat radikal dan sifat tiba-tibanya (sudden). Variabel-variabel, seperti intensitas dan kekerasn konflik, secara konseptual berbeda dan berdiri sendiri. Keradikalan menunjuk pada tingkat perubahan structural, baik yang berhubungan dengan personel dalam posisi yang berkuasa, kebijakan kelas yang berkuasa, maupun hubungan antar kelas secara keseluruhan. 

Dahrendorf menentukan bahwa pembentukan kelas dan konflik kelas dar persfektif Marx terjadi dalam kondisi-kondisi yang secara histories bersifat khusus 

6. Model Konflik versus Model Fungsional 

Dahrendorf meringkas teori funsionalis (atau kensensus atau integrasi) yang bertentangan dengan teori konflik sebagai berikut: 

Teori Fungsional: 
setiap masyarakata merupakan satu struktur elemen-elemen yang secara relative mantap dan stabil 
setiap masyarakat merupakan stau struktur elemen-elemen yang terintegrasi dengan baik 
setiap elemen dalam suatu masyarakat mempunyaui fungsi, yaitu memberkan sumbangann pada bertahannya masyarakat utu sebagai suatu system 
setiap struktur sosial yang berfungsi didsarkan pada suatu consensus nilai yang ada pada para anggotanya 

Teori Konflik 
setiap masyarakat kapan saja tunduk pada proses perubahan 
setiap masyarakat kapan saja memperlihatkan perpencahan dan konflik 
setiap elemen dalam suatu masyarakat menyumbang disintegrasi dan perubahan 
setiap masyarakat didasarkan pada paksaan dari beberapa anggotanya atas orang lain.

2 komentar:

Cara berkomentar,
Jika Punya akun google atau akun yang tersedia, pilih salah satunya untuk login
tapi klo tidak mau repot, atau tidak punya pilih opsi name/Url. trus isi nama dan jika perlu URL kosong juga tidak apa-apa. trus masukkan komentar dan klik poskan komentar. sudah...... terima kasih atas komentar anda