I. MEAD DAN PERKEMBANGAN INTERAKSIONISME SIMBOLIK
Mead adalah orang penting yang mewakili filsafat pragmatis, dimana filsafat pragmatis kelihatan sejalan, khususnya dengan pengalaman dan kebudayaan orang Amerika. Pragmatisme menekankan hubungan yang erat antara pengetahuan dan tindakan mengatasi masalah (problem-solving action). Hal ini sejalan dengan tidak sabarnya orang Amerika dengan spekulasi abstrak, yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan masalah kehidupan yang riil. Perspektif filosofis dan sosiologis dari Mead mencerminkan pengaruh kebudayaan Amerika yang lebih luas.
1. Pengaruh intelektual terhadap Mead
Mead sangat dipengaruhi oleh teori evolusi Darwin. Darwinisme sosial merupakan unsur penting dalam perspektif ilmu sosial di Amerika selama Mead hidup. Dia menerima prinsip Darwinis bahwa organisme terus-menerus terlibat dalm usaha menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan bahwa melalui proses ini bentuk atau karakteristik organisme mengalami perubahan yang terus-menerus.
Penjelasan Mead tentang pikiran atau kesadaran manusia sejalan dengan kerangka evolusi ini. Dia melihat pikiran manusia sebagai sesuatu yang muncul dalam proses evolusi alamiah, yang memungkinkan manusia menyesuaikan dirinya lebih efektif dengan alam. Dengan berpikir, individu sering dapat melewati prosedur trial-and-error yang biasanya terjadi dalam perjalanan beberapa generasi jenis manusia yang bersifat subhuman. Tekanan Mead pada kemajuan juga mencerminkan pengaruh Hegel dan ahli filsafat idealistis Jerman lainnya. Filsafat Hegel didasarkan pada suatu pandangan mengenai perkembangan ide-ide atau bentuk-bentuk kesadaran secara dialektis.
Tekanan Mead pada proses dan relativitas bentuk-bentuk yang ada, dapat dirangkum dari tiga perspektif filosofis yang berbeda-beda ; pragmatisme Amerika, evolusionisme Darwin, dan idealisme dialektis Jerman.
2. Komunikasi dan munculnya pikiran
Dalam pandangan Mead perspektifnya merupakan pandangan behaviorisme sosial, yang merupakan perluasan dari behaviorisme Watson.
Pendekatan Mead tidak menyetujui atau menyangkal salah satu dari kedua posisi antara behaviorisme Watson dengan pandangan kaum idealis. Di mana dia melihat model Watson yang hanya berupa stimulus-response tidaklah lengkap. Seperti, Watson, Mead mengakui dasar filsofis dalam prilaku dan sering berhubungan dengan proses-proses neurologis. Dan seperti kaum idealis Mead juga mengakui pentingnya kesadaran subjektif atau proses-proses mental yang tidak langsung tunduk pada pengukuran empiris yang objektif. Namun dia tidak melihat proses mental subjektif itu berada pada tingkat kenyataan yang secara kualitatif berbeda dari hakikat biologis atau proses-proses fisiologis.
Posisi Mead adalah bahwa persepsi tentang dunia luar, proses-proses fisiologis, dan kesadaran subjektif, semua sangat saling tergantung. Mead mengemukakan bahwa pikiran merupakan suatu proses dan dengan proses itu individu menyesuaikan dirinya dengan lingkungannya. Pikiran atau kesadaran muncul dalam proses tindakan dan tindakan-tindakan mereka saling berhubungan dan saling tergantung. Dalam pandangannya, kelompok idealis dan behaviorisme mengabaikan dimensi sosial mengenai komunikasi terbuka (overt) dan berfikir yang tidak dapat dilihat (covert thinking). Tidak seperti kelompok behaviorisme Mead berpendapat bahwa adaptasi individu terhadap dunia luar dihubungkan melalui proses komunikasi, yang berlawanan dengan hanya sekedar respons yang bersifat refleksif dari organisme itu terhadap rangsangan dari lingkungan. Karena alasan inilah, Mead berpendapat bahwa posisinya adalah behaviorisme sosial.
a. Isyarat versus simbol dalam proses komunikasi
Dinamika proses komunikasi dapat digambarkan dalam proses “percakapan isyarat” (gestural conversation) pada binatang. Manusia juga berkomunikasi dengan isyarat. Komunikasi dengan isyarat-isyarat yang sederhana adalah bentuk yang paling sederhana dan yang paling pokok dalam komunikasi, tetapi manusia tidak terbatas pada bentuk komunikasi tersebut. Hal itu dikarenakan manusia dapat membayangkan dirinya secara sadar dalam perilakunya dari sudut pandangan orang lain. Sebagai akibatnya, mereka dapat mengkonstruksikan perilakunya dengan sengaja untuk membangkitkan tipe respons tertentu dari orang lain.
Sebuah isyarat yang menghasilkan respons yang sama pada orang yang sedang melakukannya seperti terjadi pada orang ke mana isyarat itu diarahkan, merupakan sebuah isyarat yang berarti. Respons yang sama ini merupakan arti isyarat, dan muncul arti-arti bersama ini memungkinkan komunikasi simbol (symbolic communication). Karakteristik khusus dari komunikasi simbol adalah bahwa dia tidak terbatas pada isyarat-isyarat fisik. Sebaliknya, dia menggunakan kata-kata, yakni simbol-simbol suara yang mengandung arti-arti bersama dan bersifat standar.
Dalam pandangan Mead, karena kenyataan bahwa orang dapat mengalami suara atau arti dalam cara yang sama seperti dibuat orang lain, mereka dapat merangsang dirinya sendiri dalam cara sama seperti mereka dapat merangsang orang lain. Kemampuan untuk menggunakan simbol-simbol suara yang memungkinkan manusia untuk melihat dirinya sendiri menurut perspektif orang lain. Hal ini penting bagi munculnya arti-arti bersama, atau respons yang sama terhadap simbol-simbol suara ini. Kemungkinan komunikasi melalui simbol-simbol suara dengan arti-arti sama, membuka kemungkian-kemungkinan yang besar untuk komunikasi yang tidak mungkin melalui isyarat-isyarat fisik.
Tidak perlu terdapat hubungan intrinsik antara bunyi suatu simbol dengan apa yang disimbolkannya, karena komunikasi manusia tidak terbatas pada ruang dan waktu dimana pengalaman indriawi itu berlangsung. Lebih jauh dari ini, mereka dapat menciptakan simbol-simbol yang menunjuk arti pada kategori-kategori universal yang bersifat abstrak.
Kemampuan manusia untuk menggunakan simbol suara dianut bersama, memungkinkan perluasan dan penyempurnaan komunikasi jauh melebihi apa yang mungkin melalui isyarat fisik saja. Dia tidak hanya meliputi benda-benda fisik biologis, tetapi merupakan suatu dunia budaya yang kompleks. Ciptaan dan bertahannya dunia itu tergantung pada kemampuan manusia untuk menciptakan, menggunakan, dan berkomunikasi melalui simbol-simbol.
b. Proses berpikir
Dalam pandangan Mead, hubungan antara komunikasi dengan kesadaran subyektif sangat dekat, sehingga proses berpikir subyektif atau refleksi dapt dilihat sebagai sisi yang tidak kelihatan (covert) dari komunikasi itu. Proses berpikir subyektif meliputi dialog timbal-balik antara perspektifnya sendiri dengan perspektif orang lain yang terlibat (dalam percakapan itu).
Sejalan dengan filsafat pragmatisnya, Mead menekankan bahwa proses berpikir itu dimulai atau dirangsang oleh munculnya suatu masalah, atau suatu hambatan yang menghalangi tindakan-tindakan individu untuk memenuhi kebutuhan dan tujuannya, sehingga hambatan tersebut merangsang suatu proses mencari jalan keluar yang bersifat tentatif terhadap masalah itu dalam hatinya.
Dalam diri individu terdapat segi-segi pengalaman subyektif individual yang tidak dapat sepenuhnya dibagikan kepada orang lain. Kalau kita mengadakan refleksi atas proses berpikir subyektif kita sendiri, kita mengakui adanya proses-proses yang tidak terbatas pada pengatasan masalah secara sadar. (Proses) berpikir setengah sadar ini juga tidak mencakup penggunaan kata-kata, namun tekanan Mead adalah pada jenis berpikir yang mencakup pengatasan masalah secara sadar atau komunikasi antar pribadi.
Pikiran atau kesadaran muncul dari proses penggunaan simbol secara tak kelihatan (covert), khususnya simbol-simbol bahasa. Pikiran adalah proses penggunaan simbol internal atau yang bersifat tidak kelihatan. Suatu segi penting dari model ini tentang intelegensi manusia adalah bahwa dia mencakup kesadaran tentang diri (self-consciousness).
Reaksi seseorang terhadap suatu rangsangan lingkungan akan berbeda-beda tergantung pada kebutuhan tertentu atau dorongan yang penting pada waktu itu serta hakikat kegiatan yang sedang berlangsung di mana individu terlibat. Hal ini berhubungan dengan kemampuan manusia dalam interpretasi subyektif dan perhatiannya yang selektif. Respons perilaku yang berbeda terebut mungkin diperoleh dari rangsangan yang sama karena adanya perbedaan dalam dorongan, kebutuhan, atau sikap.
Sekalipun orang-orang yang berbeda mungkin bereaksi atas rangsangan yang sama dalam cara-cara yang berbeda, perilaku sosial meliputi usaha menegakkan suatu tingkat konsensus minimal dalam defenisi mengenai obyek-obyek dalam lingkungan itu sedemikian sehingga sikap-sikap individu dan batas-batas tindakan yang muncul dapat sama-sama sesuai dengan suatu respons sosial yang asli. Pengaruh dari defenisi-defenisi sosial adalah penting mengingat kurangnya perencanaan perilaku manusia secara genetik yang spsifik atau instinktif. Malah identitas konsep-diri seseorang akan mencerminkan defenisi-defenisi sosial yang dianut bersama.
3. Konsep-diri dan organisasi
Seringkali orang membedakan antara badan fisik dan konsep-diri. Mead mengemukakan bahwa konsep-diri terdiri dari kesadaran individu mengenai keterlibatannya yang khusus dalam seperangkat hubungan sosial yang sedang berlangsung atau dalam suatu komunitas yang terorganisasi. Individu menjadi obyek dirinya sendiri dengan mengambil posisi orang lain dan menilai perilakunya sendiri seperti mereka inginkan. Penilaian ini meliputi suatu usaha untuk meramalkan respons orang lain dan meliputi penilaian akan respons-respons ini menurut aplikasinya terhadap identitas individu itu sendiri.
a. “I” dan “me” sebagai dua dimensi Konsep-diri.
Individu merupakan subyek yang bertindak, di mana terdapat hubungan timbal-balik antara diri sebagai obyek dan diri sebagai subyek. Diri sebagai obyek ditunjuk Mead dengan konsep “me”,diri sebagi subyek yang bertindak ditunjuknya sebagai konsep “I”, dimana “I” menjadi apek diri yang bersifat non-reflektif.
Hubungan antara “I” dan “me” itu bersifat saling tergantung secara dinamis. Secara tak kelihatan individu menilai situasi lingkungan menurut sikap-sikap yang dimiliki bersama atau respons-respons bersama dalam kelompok itu secara potensial, melihat posisinya yang khusus dalam kegiatan yang tengah berlangsung, dan mempersiapkan respons dalam dirinya terhadap situasi yang dia yakin akan cocok dengan tindakan-tindakan orang lain yang diantisipasikan itu.
Entah lebih baik atau lebih buruk daripada yang diantisipasikan, penampilan itu menjadi bagian dari ingatan orang itu, begitu selesai dilaksanakan dan mungkin dapat menimbulkan perubahan aspek “me” dalam konsep dirinya. Sesudah pelaksanaannya individu memikirkan penampilan itu, serta reaksi orang lain terhadapnya menurut implikasinya untuk konsep diri.
Analisa Mead tentang “I” memberikan suatu peluang yang besar untuk kebebasan dan spontanitas. Juga analisanya tentang bagaimana “I” itu mempengaruhi “me” menunjukkan bagaimana dimensi-dimensi yang baru dan unik dari perilaku itu menghasilkan suatu modifikasi konsep-diri secara bertahap.
b. Tahap-tahap dalam perkembangan konsep diri.
Mead membedakan paling kurang tiga fase yang berbeda-beda dalam proses ini dimana individu belajar mengambil perspektif orang lain dan melihat dirinya sendiri sebagi obyek. Yang pertama adalah tahap bermain dimana individu itu “memainkan” peran sosial dari seseorang yang lain. Kedua adalah tahap pertandingan (game), tahap pertandingan ini dapat dibedakan dari tahap perkembangan bermain dengan adanya suatu tingkat organisasi sosial yang lebih tinggi, di mana individu mampu menjalankan peran dari beberapa orang lain secara serentak dan meengorganisasikannya dalam suatu keseluruhan yang lebih besar.
Ketiga adalah generalized other, dimana individu mengontrol perilakunya sendiri menurut peran-peran umum yang bersifat impersonal. Generalized other ini terdiri dari harapan-harapan dan standar-standar umum, yang dipertentangkan dengan harapan-harapan individu secara khusus, yang menurut harapan-harapan umum itulah individu merencanakan dan melaksanakan pelbagai garis tindakannya.
c. Mengambil Peran orang lain sebagai dasar organisasi sosial.
Mead menekankan proses dimana individu mengambil peran orang lain (orang-orang lain tertentu dan generalized other), dan mengontrol perilaku mereka sendiri dalam cara yang sedemikian rupa sehingga cocok dengan kerangka yang ditentukan oleh defenisi-defenisi dan sikap-sikap bersama. Organisasi sosial memperlihatkan intelegensi manusia dan pilihannya. Dengan munculnya intelegensi (atau kemampuan untuk menciptakan dan menggunakan simbol-simbol), individu-individu dapat melampaui (transcend) banyak batas yang muncul dari sifat biologisnya atau lingkungan fisik.
Dengan suatu cara yang mengingatkan kita pada Weber, Mead mengemukakan bahwa organisasi-organisasi sosial dapat didasarkan pada, baik hubungan-hubungan pribadi maupun pada suatu komitmen terhadap suatu tujuan yang bersifat impersonal. Dalam hal terakhir ini, otoritas serta hak-hak lain dan tanggung jawabnya, dialokasikan kepada individu-individu atas dasar ketrampilan teknisnya yang relevan dengan tujuan bersama. Seperti Weber, Mead melihat tipe organisasi sosial yang terakhir ini sebagai manifestasi suatu tingkat rasionalitas yang tinggi.
II. PARA PERINTIS LAINNYA DALAM PSIKOLOGI SOSIAL
1. Cooley: “Looking-Glass self” dan kelompok primer
Pendekatan Cooley bersifat organis, tetapi pusat perhatiannya adalah saling ketergantungan individu yang bersifat organis melalui proses komunikasi sebagai dasar keteraturan sosial. Dia menunjuk pada aspek konsep-diri dengan istilah looking-glass self. Setiap hubungan sosial di mana seseorang itu terlibat merupakan satu cerminan diri yang disatukan dalam identitas orang itu sendiri. Karena banyak orang terlibat dalam keseragaman hubungan sosial, yang masing-masingnya memberikan suatu cerminan tertentu, orang dapat dibayangkan sebagai hidup dalam suatu dunia cermin, yang masing-masing memberikan perspektif atau seginya sendiri yang khusus. Individu-individu tidak dapat luput dari defenisi-defenisi tentang identitas mereka, yang dilihatnya tercermin dalam orang lain.
Perasaan-diri seseorang sering diperpanjang ke pelbagai kelompok di mana mereka merupakan salah satu bagiannya. Cooley menngemukakan bahwa “diri kelompok atau “we” hanyalah suatu ”I” yang mencakupi orang lain. Perasaan “we”, pengalaman tentang kesatuan antara diri dan orang lain, mula-mula muncul dalam konteks kelompok primer. Kesatuan kelompok primer terdiri dari keharmonisan dan cinta serta kemungkinan adanya kompetisi, konflik, dan ingin menonjolkan diri dalam pertentangan dengan orang lain.
Kelompok primer juga merupakan dasar bagi struktur sosial yang lebih besar, dimana struktur sosial yang lebih besar akan merangsang meluasnya perasaan kelompok primer yang kecil itu ke satuan yang lebih luas. Namun, tidak semua satuan sosial yang lebih besar dapat merangsang perasaan kelompok primer ini. Banyak hubungan sosial dalam struktur ynag lebih besar akan lebih merupakan sifat kelompok sekunder daripada kelompok primer. Kelompok atau hubungan sekunder lebih impersonal sifatnya, yang mencerminkan tingkat keakraban antarpribadi yang jauh lebih rendah.
2. Thomas dan defenisi situasi
William I. Thomas adalah seorang tokoh sosiologi Amerika yang memusatkan perhatiannya pada saling ketergantungan organis antara individu dan lingkungan sosial. Sumbangan Thomas yang penting dalam bidang teori terhadap perkembangan interaksionisme simbol adalah tekanannya pada pentingnya defenisi situasi seseorang yang bersifat subyektif dan prinsip dasar yang kadang-kadang dikenal sebagai “theorem Thomas”, yakni “kalau orang mendefenisikan situasi sebagai riil, maka akan riil pula dalam konsekuensinya”.
Dalam karyanya yang paling awal, Thomas berusaha untuk mengidentifikasi faktor-faktor biologis dan psikologis yang dibawa sejak lahir, yang menjelaskan perilaku manusia. Hal ini tercermin, misalnya, dalam seperangkat kemauan yang cukup terkenal dalam karyanya The Polish Peasant: (1) keinginan akan pengalaman baru, (2) keiginan akan penghargaan, (3) keinginan akan penguasaan, dan (4) Keinginan akan keamanan.
Dalam mengembangkan analisa situasinya, Thomas berpendirian bahwa perilaku manusia tidak dapat dimengerti dengan baik sebagai respons refleksif saja terhadap stimulus lingkungan; sebaliknya, ada suatu proses defenisi subyektif yang berada di antara stimulus dan respons. Karena itu respon merupakan suatu defenisi subyektif, bukan untuk sifat-sifat dari stimulus. Stimulus yang sama mungkin menghasilkan respons yang berlainan dari orang-orang yang berbeda. Seperti dikatakan thomas, “Mengawali setiap tindakan perilaku yang ditentukan sendiri, selalu ada satu tahap pengujian dan pertimbangan yang dapat kita sebut defenisi situasi”.
III. INTERAKSIONISME SIMBOL MASA KINI
Beberapa dari ide-ide Mead, Cooley, dan Thomas yang terdahulu telah menjadi dasar interaksionisme masa kini meliputi : saling ketergantungan organis antara konsep-diri dan organisasi sosial; gambaran tentang kenyataan sosial dari konsep-diri dan sikap-sikap seseorang; ide bahwa respon terhadap stimulus lingkungan sangat bervariasi dan mencerminkan arti subyektif yang dimiliki bersama; dan penggunaan konsep-konsep secara meluas seperti peran, melaksanakan peran, mengambil peran. Ide-ide tersebut memberikan suatu gambaran tentang kenyataan sosial yang mencerminkan perbedaan-perbedaan yang tajam dari perspektif-perspektif masa kini lainnya, seperti fungsionalisme dalam sosiologi dan behaviorisme (atau tipe stimulus-respons) dalam psikologi.
1. Konsep-Diri: Model identitas-Peran Menurut McCall dan Simmons
Para ahli Interaksionisme simbol masa kini masih mengikuti petunjuk Mead dalam menekankan pentingnya konsep-diri dalam interaksi. Tekanan ini diungkapkan dalam model McCall dan Simmons mengenai “identitas peran”. Identitas peran terdiri dari gambaran diri yang bersifat ideal yang dimiliki oleh individu sebagai orang yang menduduki pelbagai posisi sosial. Orang memiliki sejumlah identitas-peran yang berhubungan dengan pelbagai posisi sosial yang mereka miliki dan yang berbeda-beda menurut tingkatannya dalam perbandingannya satu sama lain. Identitas peran ini diungkapkan secara terbuka dalam pelaksanaan peran (role performance), dan tingkat dukungan sosial (atau kurang didukung) yang diterima dari orang lain akan membantu menentukan pentingnya suatu identitas-peran tertentu dalm konsep-diri seseorang secara keseluruhannya.
Umumnya, seseorang mungkin akan mengalami kesulitan dalam mempertahankan konsep-diri yang diidealkannya secara khusus, kurangnya dukungan yang tetap atau kritik yang konstan terhadap suatu tipe pelaksanaan peran tertentu mungkin mengakibatkan berkurang pentinganya suatu identitas-peran tertentu.
McCall dan Simmons menunjukkan bahwa berlawanan dengan hirarki pentingnya identitas-peran, yang secara relatif stabil, menonjolnya pelbagai identitas –peran, menonjolnya pelbagai identitas-peran ini akan bermacam-macam sesuai dengan tipe situasi di mana individu-individu terlibat.
2. Perspektif Interaksionisme simbol mengenai penyimpangan
Perspektif interaksionisme simbol mengenai penyimpangan memulai dengan suatu pengakuan bahwa penyimpangan tidak hanya sekedar suatu manifestasi suatu ciri pembawaan sejak lahir atau cacat kepribadian. Sebaliknya, penyimpangan itu dihasilkan sebagai akibat dari suatu tipe proses interaksi tertentu. Lebih lagi, penyimpangan selalu harus didefenisikannya dalam hubungannya dengan standar-standar normatif tertentu dalam suatu masyarakat atau kelompok. Defenisi mengenai apa itu penyimpangan atau apa itu konformita, akan berbeda-beda untuk masyarakat yang berbeda-beda atau kelompok yang berbeda-beda dalam suatu masyarakat.
Terdapat perbedaan-perbedaan dalam interpretasi mengenai pola-pola normatif dan ketegangan yang sering terjadi antara tuntutan normatif dengan keinginan dan kepentingan individu, banyak orang mungkin sesekali menyimpang dari norma-norma, atau paling tidak menyimpang dari interpretasi seseorang mengenai norma-norma itu. Penyimpangan itu menimbulkan suatu respons, karena itu perilaku meyimpang menjadi sifat pokok dalam interaksi dan akhirnya merupakan elemen utama dalam identitas-diri si penyimpang itu.
Penanganan atau proses selanjutnya terhadap si penyimpang, biasanya akan berpengaruh sekali terhadap cara orang lain menerima dan memperlakukan mereka. Sebagai akibatnya, individu itu cenderung mengembangkan suatu identitas-diri sebagai orang yang menyimpang atau kriminal, dan sikapnya terhadap masyarakat dan orang lain cenderung mencerminkan suatu tingkat permusuhan tertentu atau alienasi, dan kemudian mereka akan bersatu dan menciptakan subkultur mereka sendiri. Inilah dasar bagi teori cap (labeling theory) dimana masyarakat itu sendiri yang menciptakan orang yang menyimpang dengan membuat peraturan-peraturan yang pelanggarannya menimbulkan penyimpangan dan dengan memperlakukan secara khusus beberapa dari mereka yang bersalah dalam pelanggaran seperti itu.. Namun, tambahan pula seperti yang dicatat sejumlah studi, pelanggar-pelanggar hukum yang berada pada jenjang hirarki yang paling bawah, cenderung untuk dipisahkan dan diperlakukan sebagai pelanggar hukum daripada mereka yang berada pada jenjang sosial-ekonomi yang lebih tinggi.
IV. GOFFMAN DAN PENDEKATAN DRAMATURGI TERHADAP DINAMIKA INTERAKSI
Menurut model analisa dramaturgi oleh Erving Goffman ini, masalah utama yang dihadapi individu dalam berbagai hubungan sosialnya adalah mengontrol kesan-kesan yang diberikannya kepada orang lain. Pada gilirannya individu berusaha mengontrol penampilannya, keadaan fisiknya di mana mereka memainkan peran-perannya, serta perilaku perannya yang aktual dan gerak isyarat yang menyertainya.
Perhatian individu terhadap pengaturan kesan (Impression management) tidak terbatas pada perilakunya yang nyata saja. Penampilan individu dan perilakunya pada umumnya sangat relevan dengan untuk identitasnya. Selain itu, keadaan fisik di mana penampilan peran itu terjadi seringkali relevan untuk konsep-diri seseorang.
Salah satu analisa dramaturgi Goffman yang menarik adalah pengakuannya akan banyaknya cara di mana orang bekerja sama dalam melindungi berbagai tuntutan satu sama lain berhubungan dengan kenyataan sosial yang sedang mereka usahakan untuk dipentaskan atau identitas yang mereka coba tampilkan.
Dengan berbagai cara, orang terus terancam kemungkinan untuk hilang muka dalam hubungan sosialnya. Tetapi mungkin karena tidak ada orang yang kebal terhadap ancaman akan penampilan yang kacau itu, orang sering bekerja sama dalam membantu mendukung identitasnya satu sama lain dan mempertahankan kesan-kesan yang sedang ditampilkannya. Di lain pihak, ada beberapa situasi sosial, sering terjadi termasuk kompetisi dan konflik, di mana individu mungkin mencari jalan untuk saling menjelekkan penampilan. Tetapi dalam banyak hal, seseorang tidak akan mau lawannya dijelekkan habis-habisan tetapi hanya membuatnya berada dalam posisi yang relatif rendah.
1. Tim dan Audiensnya
Suatu tim dramaturgi adalah suatu kelompok orang-orang yang bekerjasama untuk mementaskan suatu penampilan tertentu. Mengutip Goffman, “Suatu tim dapat didefenisikan sebagai sejumlah individu yang kerjasamanya yang erat merupakan syarat kalau suatu defenisi tertentu mengenai situasi yang direncanakan itu harus dipertahankan”.
Dinamika-dinamika interaksi dalam suatu tim dramaturgi berbeda sekali dari pola-pola interaksi antara tim dan audiensnya. Hubungan sosial di dalam tim akan ditandai oleh jarak sosial yang relatif rendah, karena keakraban yang intim yang muncul karena mereka menjaga rahasia teknik yang digunakan dalam mementaskan penampilan.
Berhubungan dengan pembedaan antara anggota tim dan audiens, Goffman membedakan antara bagian “pentas-depan” (fronstage) dan “pentas-belakng” (backstage). Sangat sederhana, pentas-depan adalah bagian atau tempat di mana saja audiens itu diharapkan ada, sedangkan pentas-belakang merupakan tempat yang terlarang bagi audiens atau orang luar lainnya.
Goffman peka terhadap kesulitan-kesulitan dalam mempertahankan penampilan dan kesan yang diinginkan. Kesulitan-kesulitan ini menjadi lebih besar karena orang mengharapkan kenyataan sosial di mana mereka terlibat, bukanlah sesuatu yang dirancangkan atau dipentaskan, melainkan “benar-benar riil”. Gaya analisa goffman menunjukkan lemahnya pembedaan antara penampilan (appearance) dan kenyataan (reality), dengan menerima secara eksplisit akan pandangan, bahwa kenyataan itu, bagaimanapun juga, merupakan konstruksi sosial.
Mengingat sifat kenyataan sosial yang merupakan konstruksi sosial dan karena itu lemah, maka ambiguisitas, kontradiksi, dan ancaman akan runtuhnya kenyataan sosial itu sangat banyak dalam dunia sosial. Goffman mendiskusikan beberapa tipe komunikasi yang “tidak sebagaimana mestinya”. Komunikasi yang tidak sebagaimana mestinya tidak perlu menganggu atau merusakkan suatu penampilan. Para anggota suatu tim sering mampu mempertahankan defenisi situasi yang dapat diterima oleh audiens dan melakonkan pentasnya dengan baik, meskipun mereka berinteraksi untuk sesuatu yang berlainan.
2. kesulitan interaksi yang dihadapi orang cacat
Suatu masalah sosial utama yang dihadapi orang cacat adalah bahwa mereka itu “abnormal” dalam tingkat yang sedemikian jelasnya sehingga orang lain tidak merasa enak untuk berinteraksi dengan mereka atau tidak mampu berinteraksi dengan mereka sedemikian rupa sehingga cacat itu sendiri tidak menjadi pokok penting dalam interaksi itu. Seperti yang dikemukakan Goffman, rintangan yang nampak secara fisik merupakan sumber noda atau cacat (stigma). Sebuah stigma adalah sifat apa saja yang sangat jelas dan diandaikan mempunyai pengaruh yang besar teerhadap kepribadian individu sehingga individu itu tidak mampu untuk bertindak menurut cara yang biasa.
Apapun sumber stigma kesulitan yang dihadapi orang cacat nampak jelas sekali. Orang yang cacat diasumsikan tidak mampu (pada umumnya atau dalam hal tertentu) kecuali kalau mampu membuktikan kemampuannya. Jadi masalah utama yang dihadapi orang cacat adalah mengatasi asumsi negatif yang diberikan orang lain dengan memperlihatkan bahwa kecuali yang berhubungan dengan anggota badannya yang cacat, dia mampu berinteraksi secara normal dengan orang lain dan mengalami emosi, kebutuhan, dan kepentingan secara penuh sebagai manusia yang mampu.
Tanpa memandang identitas tertentu yang terdapat pada seorang atau defenisi tertentu mengenai situasi yang diproyeksikan, kenyataan sosial yang diciptakan orang bersifat lemah, mudah retak, dan terus-menerus tunduk pada perubahan atau malah pada keruntuhan.
3. Konteks interaksi
Kegiatan-kegiatan di mana individu terlibat, tunduk pada interpretasi-interpretasi alternatif atau memiliki arti yang lebih dari satu. Kebulatan arti mengenai seperangkat kegiatan ditentukan oleh konteks di mana kegiatan-kegiatan itu terjadi. Harus ada dimensi fisik dalam konteks itu, yang meliputi orang dimana kegiatan-kegiatan itu berlangsung, dan berbagai benda materiil yang ada di situ. Selain itu, ada dimensi sosial seperangkat pertemuan di mana individu-individu yang terlibat dalam suatu tindakan sosial akan sampai pada suatu pengertian mengenai jenis usaha itu. Dalam salah satu karyanya Goffman menunjuk pada pemahaman bersama (shared understanding) sebagai “kerangka” (frame) di mana peristiwa-peristiwa itu terjadi.
Dalam kerangka suatu perangkat kegiatan, arti kata-kata dalam mendefenisikan situasi dan memberikan batas-batas waktunya, tergantung pada pemahaman implisit diantara peserta serta sifat peristiwa itu. Ada peristiwa-peristiwa di mana beberapa peserta tidak begitu tahu pasti apa yang sedang terjadi atau invidu-individu yang terlibat dalam suatu usaha bersama, mungkin berbeda dalam pemahaman mereka mengenai apa yang sedang terjadi.
Kerangka dimana kegiatan-kegiatan berlangsung, tunduk pada perubahan, baik sengaja maupun tidak dengan sengaja, di mana kegiatan-kegiatan yang sedang dilaksanakan itu berubah arti yang sama sekali baru.
Walupun pusat perhatian Goffman terutama pada tingkat kenyataan sosial mikro dan dia tidak memberikan suatu analisa sistematis mengenai institusi sosial yang besar atau dinamika-dinamika proses sosial di tingkat makro. Namun proses sosial yang digambarkannya dapat dihubungkan dengan pendekatan institusional atau struktural kalau kita menerima pandangan interaksionisme simbol mengenai institusi sosial adalah sebagai defenisi bersama mengenai situasi dan peran yang umumnya diterima dan dimengerti dan sudah berlangsung cukup lama sehingga kurang lebih menjadi standar.
Ringkasan
Dalam bab ini kita sudah mencurahkan perhatian terutama pada perkembangan dan keadaan teori interaksi simbol pada masa kini. Sumbangan Mead dari segi psikologi sosial diberi tekanan, karena sumbangannya itu merupakan landasan pokok teori ini. Kemampuan khusus yang terdapat pada manusia untuk menciptakan dan menggunakan simbol adalah penting dalam penjelasan Mead mengenai intelegensi manusia, perilaku, dan organisasi sosialnya. Gambaran yang fundamental mengenai kenyataan sosial yang tersirat dalam perspektif Mead adalah bahwa kenyataan sosial itu merupakan konstruksi simbol dan mencerminkan usaha manusia untuk menyesuaikan bersama tindakan-tindakan sosialnya sendiri dengan dengan tindakan-tindakan mereka yang bersifat terbuka dimana mereka itu terlibat. Proses ini tergantung pada kemampuan individu untuk melihat tindakan-tindakannya sendiri menurut perspektif orang lain, atau untuk menjadi sadar diri.
Sumbangan-sumbangan perintis yang diberikan Cooley dan Thomas juga disinggung sepintas lalu. Konsep-diri merupakan kunci teori psikologi sosial Cooley. Dia menekankan bahwa munculnya konsep-diri itu tergantung pada lingkungan sosial kelompok primer yang bersifat intim dan hangat secara emosional. Perilaku individu mencerminkan keinginannya untuk memperoleh dukungan sosial terhadap konsep-dirinya. Tambahan pula, perilakunya itu juga mencerminkan defenisi mereka mengenai situasi tertentu dimana mereka terlibat. Analisa situasi yang diberikan Thomas juga disinggung karena tekanannya pada pentingnya proses di mana pikiran manusia ikut memberikan dan menentukan respons terhadap suatu stimulus.
Warisan Mead yang fundamental diperluas dan diperdalam oleh sejumlah ahli teori interaksi simbol masa kini. Sepintas lalu sudah kita lihat usaha Blumer untuk mempertahankan perspektif interaksionisme simbol melawan perspektif teoritis (seperti fungsionalisme) yang memberikan tekanan utama pada kategori-kategori sruktural. Bagi blumer, kenyataan sosial itu memiliki sifat yang khas, yakni mencerminkan proses yang terjadi dalam bentuk simbol, di mana individu menegosiasikan interpretasi bersama tentang situasi mereka bersama. Tekanan Blumer pada hakikat kenyataan sosial yang bersifat dapat diubah dan yang muncul (dari interaksi) juga bertentangan dengan usaha mereka dalam aliran interaksi simbol yang mengembangkan pengukuran-pengukuran operasional yang jelas mengenai konsep-konsep utama dalam interaksionisme simbol. Kita sudah menganalisa perkembangan Twenty statementsTest (TST)-nya Kuhn dalam mengukur konsep-diri, sebagai satu contoh. Meskipun usaha-usaha seperti yang dikembangkan Kuhn itu menghasilkan sesuatu yang menarik, kritik Blumer dan kawan-kawannya adalah bahwa, hasil-hasil yang diperoleh Kuhn itu gagal untuk menangkap secara tepat proses interpretatif yang bersifat mudah berubah-ubah itu yang merupakan inti kenyataan sosial.
Suatu analisa yang lebih terinci mengenai konsep-diri diberikan dalam model McCall dan Simmons mengenai identitas-peran. Meskipun pendekatan kedua orang ini mencerminkan suatu komitmen terhadap pengukuran obyektif, mereka juga mengakui secara eksplisit akan hakikat konsep-diri individu yang diidealkan seperti halnya juga kecenderungan mereka untuk berubah dari situasi ke situasi. Model identitas-peran kedua ahliini menganalisa cara konsep-diri individu itu mempengaruhi perilaku nyata yang mereka tampilkan, pilihan teman berinteraksi, serta interpretasinya mengenai respons orang lain. Model mereka juga membantu menjelaskan mengapa pelbagai identitas peran yang membentuk konsep-diri seseorang bermacam-macam menurut pentingnya bagi dia.
Perspektif interaksi masa kini dapat dilihat sebagai satu payung besar di mana dalam kerangka orientasi itu kita dapat melihat beberapa perspektif lainnya yang kurang lebih sama. Perspektif dramaturgi Goffman merupakan salah satu contoh, meskipun Goffman tidak benar-benar mendasarkan idenya hanya pada teori Mead atau interaksionisme simbol saja. Tujuan Goffman yang utama adalah untuk menunjukkan pentingnya proses-proses di mana individu berusaha untukk mementaskan suatu defenisi situasi tertentu, dengan tekanan khusus yang diberikan kepada usaha untuk memperoleh dukungan sosial bagi konsep-dirinya, yang diproyeksikan si individu itu dalam interaksinya dengan orang lain. Usaha yang serupa ini juga penting dalam teori interaksi simbol. Jelas dari semua ahli teori interaksi simbol yang didiskusikan bahwa tigkat kenyataan sosial yang utama yang menjadi pusat perhatian interaksionisme siombol adalah tingkat mikro, khususnya hubungan antara kesadaran subyektif dan interaksi antarpribadi. Tekanan ini membedakan interaksionisme simbol dari para ahli teori seperti comte dan sorokin yang memusatkan perhatiannya padatingkat budaya, Marx dan Durkheim terutama berhubungan dengan kenyataan sosial di tingkat struktur sosial. Pada umumnya para tokoh Sosiologi Eropa berusaha untuk menganalisa kekuatan-kekuatan sosial baru yang besar yang dihasilkan oleh pertumbuhan-pertumbuhan masyarakat-masyarakat industri kota. Meskipun mereka bukan tidak tertarik pada bentuk-bentuk kesadaran individu atau hubungan-hubungan personal, perhatian utamanya adalah pada tingkat makro., Khususnya perubahan-perubahan yang besar dalam sejarah yang menyangkut stuktur institusional utamanya. Simmel memusatkan perhatiannya pada proses sosial tingkat mikro. Dia juga tertarik pada proses sosial yang umum yang terdapat dalam perkembangan masyarakat modern, tetapi perhatian utamanya adalah pada bentuk-bentuk interaksi di tingkat mikro. Namun dia tidak menganalisa saling ketergantungan yang kompleks antara proses interaksi yang nyata dan bentuk-bentuk kesadaran secara menyeluruh seperti yang diberikan oleh ahli interaksi simbol.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Cara berkomentar,
Jika Punya akun google atau akun yang tersedia, pilih salah satunya untuk login
tapi klo tidak mau repot, atau tidak punya pilih opsi name/Url. trus isi nama dan jika perlu URL kosong juga tidak apa-apa. trus masukkan komentar dan klik poskan komentar. sudah...... terima kasih atas komentar anda